Sabtu, 03 Desember 2011

PENYEDIAAN FASILITAS DAN PELATIHAN PENGUASAAN JARIANGAN KOMPUTER DENGAN MELIBATKAN PARTISIPASI MASYARAKAT SUATU ALTERNATIF MENINGKATKAN KOMPETENSI TENAGA PENDIDIK DALAM PEBELAJARAN

BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Tulisan ini merupakan salah satu pengalaman konkrit kepala sekolah dalam mencapai suatu keberhasilan (best practices) di satuan pendidikan yang dipimpinnya. Penulis mencoba mengangkatnya dengan maksud untuk berbagi pengalaman dalam memberdayakan guru untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di satuan pendidikan secara lebih baik.
Tugas dan tanggung jawab guru di satuan pendidikan dewasa ini semakin berat dan kompleks, seiring dengan perkembangan zaman, perubahan dalam sistem pemerintahan dan pendidikan, serta persaingan lulusan dalam lapangan pekerjaan. Oleh karena itu dibutuhkan guru yang dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara lebih profesional. Untuk bisa menjadi guru yang profesional, dituntut untuk memiliki dan menguasai sejumlah kompetensi yang dipersyaratkan. Aspek-aspek yang harus dipenuhi guru dalam sejumlah kompetensinya itu, antara lain mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan, serta pemanfaatan (penguasaan) teknologi dalam pembelajaran.
Menyadari hal itu, diperlukan adanya upaya peningkatan kompetensi guru dalam penguasaan teknologi untuk keperluan pembelajaran. Untuk mewujudkan upaya tersebut, diperlukan adanya langkah terobosan dari sekolah. Mengingat keterbatasan pendanaan pemerintah untuk memfasilitasinya. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan adanya partisipasi masyarakat (PSM).

B.     Permasalahan
Mengelola pendidikan di wilayah tertinggal, seperti di wilayah Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat, terasa amat berat dan banyak kendala yang dihadapi, lebih-lebih pada sekolah baru. Sehingga untuk menjadi yang terbaik terasa sulit. Tetapi bisa menghasilkan perubahan sekecil apa pun di tengah kekurangan yang ada terasa amat mengembirakan, dapat menjadi penghilang dahaga dan pemuas batin.
Ketika saya baru mengawali tugas menjadi kepala sekolah, ditemukan berbagai masalah yang menonjol, antara lain kesempatan guru mengembangkan diri nyaris tidak ada, pemahaman dan penguasaan guru tentang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) masih sangat rendah, serta fasilitas TIK untuk pembelajaran belum tersedia. Kenyataan ini menggugah kesadaran untuk dijadikan sebagai salah satu program prioritas (strategis) dalam rencana pengembangan sekolah (RPS) atau rencana kerja dan anggaran sekolah (RKAS). Upaya mewujudkan mimpi itu menjadi kenyatan cukup sulit, dibutuhkan keberanian yang bisa dipertanggungjawabkan.

C.    Strategi Pemecahan Masalah
Diskripsi strategi pemecahan masalah yang dipilih adalah : Kesulitan mengengembangkan kompetensi tenaga pendidik dalam penguasaan TIK,  dikembangkan melalui solusi sekolah menyediakan fasilitas jaringan komputer disertai dengan pelatihan tingkat dasar dengan melibatkan PSM.
Strategi pemecahan masalah dan tahapan operasional pelaksanaannya, sebagai berikut :
1.      Penyusunan program
Penyusunan program sekolah dibuat secara partisipatif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholder) pendidikan di sekitar sekolah, seperti guru, pegawai, komite sekolah, orang tua siswa/wali murid, tokoh agama (tuan guru), tokoh  masyarakat, tokoh pemuda, serta tokoh/aparat pemerintahan di tingkat desa dan kecamatan.
2.      Sosialisasi program
Sosialisasi dilakukan dengan melibatkan stakeholder, yang telah disebutkan di atas, melalui rapat-rapat dan pengajian pada saat pelaksanaan acara peringatan hari besar Islam (PHBI) di sekolah. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dan mencari dukungan finansial.
3.      Pelaksanaan program
Program dimulai dengan mengumpulkan dana pada tahun pelajaran 2008/2009 dan 2009/2010. Program direalisasikan pada tahun pelajaran 2009/2010, dengan cara :
a)      Pengadaan fasilitas TIK, yaitu berupa jaringan komputer.
b)      Cara pengadaan jaringan komputer dilakukan melalui kemitraan dengan UD. Lestari yang berkedudukan di Desa Gunung Rajak Kecamatan Sakra Barat Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat.
c)      Pelatihan pengoperasian jaringan komputer dilaksanakan dengan melibatkan  dua orang tenaga teknisi UD. Lestari dan dua orang guru yang telah mengusai pengopereasian jaringan komputer sebagai pelatih/fasilitator, serta dua puluh tiga guru yang belum mengusasi jaringan komputer sebagai peserta pelatihan.
d)     Sumber dana diperoleh melalui program jimpitan beras” dari orang tua siswa, dan program “tabungan akherat (tabah) dari peserta didik dan pemilik oven tembakau.
“Jimpitan beras” adalah bentuk perkumpulan dalam masyarakat dengan mengumpulkan beras dari anggotanya sebagai modal dalam jumlah tertentu (misalnya satu gelas beras). Hal merupakan kebiasaan atau budaya gotong royong dalam masyarakat untuk saling membantu kepada sesama anggota perkumpulan secara bergilir di lingkungan tempat tinggalnya yang membutuhkan. Pola ini diadopsi di SMP Negeri 4 Jerowaru sebagai salah satu bentuk program untuk menggerakkan PSM. Program ini dilakukan dua kali dalam sebulan pada setiap hari Jum’at. Pelaksanaannya dilakukan dengan cara meminta siswa membawa beras dengan kantong plastik pada hari Jum’at minggu ke dua dan keempat. Isi kantong plastik sesuai dengan ketentuan dalam jimpitan dalam masyarakat Jerowaru, kalau diukur maka minimal berisi satu gelas beras. Boleh lebih, tergantung keikhlasan yang bersangkutan. Peserta didik yang tidak membawa beras, tidak dikenakan sanksi dan hanya diberikan pengertian tentang pentingnya berbagi (bersodaqoh). Beras diserahkan kepada petugas yang telah ditetapkan (Tim Pembina Imtaq), untuk kemudian dicatat/dibukukan jumlah yang telah terkumpul, dan diumumkan secara terbuka kepada pemangku kepentingan pertriwulan, perenam bulan dan pertahun.
“Tabungan Akherat (Tabah)” merupakan program pembiasaan bagi peserta didik untuk beramal pada kotak amal yang telah disediakan oleh sekolah, dan pengumpulan amal dari pemilik oven tembakau. Sistem ini diberlakukan di SMP Negeri 4 Jerowaru sejak tahun 2009. Pelaksanaan program ini untuk peserta didik, dilakukan setiap hari Jum’at sehabis pelaksanaan kegiatan iman dan taqwa (imtaq). Sekolah menyiapkan kotak sumbangan (amal) “tabah” di tempat yang telah ditentukan. Pengumpulan sumbangan ini tidak ditentukan jumlahnya (seikhlasnya). Pengumpulannya dikoordinir oleh ketua kelas masing-masing. Bagi siswa yang tidak menyumbang tidak dikenakan sanksi, dan hanya diberikan pejelasan tetang arti peting beramal pada saat kegiatan Imtaq. Ketua kelas akan memasukan sumbangan yang terkumpul ke kotak “tabah” disertai catatan kelas dan jumlah sumbangan yang terkumpul. Setelah sumbangan pada hari itu terkumpul, pengelola “tabah” (Tim Pembina Imtaq) yang telah ditunjuk akan mencatat dan merekap sumbangan dalam pembukuan (membukukan). Pada hari Jum’at berikutnya, sumbangan “tabah” yang telah terkumpul diumumkan kepada siswa setelah mengikuti kegitan imtaq, baik yang terkumpul minggu lalu maupun secara keseluruhan.
Sedangkan pengumpulan amal dari pemilik oven tembakau, dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh sekolah dan komite sekolah, yang terdiri dari perwakilan sekolah, komite sekolah dan perwakilan orang tua siswa. Tim mengumpulkan sumbangan secara langsung ke lokasi oven tembakau para petani yang dijadikan sasaran menjelang akan berakhirnya masa pengovenan tembakau (menjelang final). Untuk diketahui, masyarakat Jerowaru pada musim kemarau sebagian besar merupakan petani tembakau (budi daya tembakau) verginia, yang rata-rata memiliki oven sendiri. Sumbangan dari masing-masing pemilik oven tembakau, tidak ditentukan jumlahnya (sukarela), dan bagi yang tidak memberikan sumbangan tidak menjadi masalah (tidak ada ikatan). Setiap sumbangan yang diterima, dicatat dalam pembukuan oleh tim dan dilaporkan kepada pemangku kepentingan.
“Tabah” yang terkumpul, baik yang berasal dari peserta didik maupun masyarakat (pemilik oven tembakau), dilaporkan juga kepada komite sekolah secara pertriwulan, perenam bulan dan pertahun.
4.      Evaluasi dan Pelaporan/Akuntabilitas
Laporan mengenai perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan, dilakukan pada saat atau melalui :
a)      Pertemuan orang tua wali murid bersama komite sekolah.
b)      Acara PHBI di sekolah yang dihadiri oleh komite sekolah, tokoh agama, tokoh  masyarakat, dan orang tua siswa.
c)      Pengumuman hasil ujian sekolah/ujian nasional (US/UN) yang dihadiri komite sekolah dan orang tua peserta didik.
d)     Papan informasi di sekolah.

BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A.    Landasan Teori
Pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, menyatakan bahwa “Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”. Aspek-aspek  kompetensi yang harus dimiliki (dipenuhi) guru, yang berkaitan dengan TIK adalah  pada kompetensi pedagogik : “(f) pemanfaatan teknologi pembelajaran”, dan pada kompetensi sosial : “(b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional”.
Dengan demikian, penguasaan (pemanfaatan) TIK oleh guru dalam pembelajaran sangat penting. Tetapi tidak semua guru dapat menguasai dan memanfaatkannya. Oleh karena itu, kemajuan tersebut harus diikuti dengan pengembangan sumber daya tenaga pendidik. Hal ini sesuai dengan tuntutan kompetensi kepribadian guru dalam PP No. 74 Tahun 2008 tersebut, yaitu : “(m) mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan”. Untuk menunjang pengembangan tersebut, dibutuhkan adanya fasilitas TIK. Ketentuan tentang penyediaan fasilitas sekolah, termasuk fasilitas TIK diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 24 Tahun 2007 Tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menegah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
Sedangkan pelibatan PSM di satuan pendidikan dibenarkan menurut peraturan tertulis. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang pendanaan pendidikan, yaitu pasal 46 ayat (1), serta pasal 54 ayat (1) dan (2). Kemudian diperjelas lagi dalam PP No. 19 Tahun 2005 Tentang SNP, pada pasal 62 ayat (1) dan (2). Permendiknas No. 37 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS Tahun Anggaran 2011, tidak melarang PSM dalam bentuk sumbangan sukarela. Dalam ajaran agama (Islam), terdapat juga ketentuan tentang beramal atau bersodaqoh ke faslitas-fasilitas umum, termasuk pendidikan seikhlasnya, sesuai dengan kemampuan. Ketentuan ini berlaku baik untuk orang yang mampu maupun orang yang kurang mampu.
Penguasaan dan pemanfaatan TIK oleh guru, berpengaruh besar dalam mengembangkan pembelajaran dewasa ini. Terkait dengan hal ini, Saud (2009 : 98) mengemukakan bahwa :
Untuk meningkatkan mutu pendidikan saat ini, maka profesionalisasi guru (pendidik) merupakan suatu keharusan, terlebih lagi apabila kita melihat kondisi objektif saat ini berkaitan dengan berbagai hal yang ditemui dalam melaksanakan pendidikan, yaitu : (1) perkembangan Iptek, (2) persaingan global bagi lulusan pendidikan, (3) otonomi daerah, dan (4) implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Berdasarkan argumen itu, maka upaya pengembangan kompetensi guru dalam penguasaan dan pemanfaatan TIK dalam pembelajaran menjadi sangat relevan. Danim (2010 : 5), mengatakan “pengembangan keprofesian guru atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang, studi banding, dan lain-lainnya adalah penting”. Oleh karena itu, sekolah berinisiatif meningkatkan kompetensi guru melalui pelatihan penguasaan jaringan komputer.

B.     Kerangka Berpikir
Secara umum, penyediaan fasilitas sekolah dan peningkatan sumber daya tenaga pendidik, sesungguhnya merupakan kewajiban pemerintah (pusat dan daerah), karena kedudukannya memfasilitasi. Tetapi tampaknya, kemampuan pendanaan pemerintah terbatas. Keterbatasan itu, menyebabkan penyediaan fasilitas dilakukan secara bertahap dan tidak dapat diterima merata untuk semua sekolah. Berakibat pula pada minimnya kegiatan peningngkatan kualitas dan kompetensi guru melalui pendidikan dan pelatihan atau sejenisnya, termasuk yang berhubungan dengan penguasaan dan pemanfaatan TIK dalam pembelajaran. 
Berdasarkan kondisi di atas, sangat dibutuhkan adanya kiat-kiat pengelola sekolah atau kepala sekolah, baik dalam upaya pengadaan fasilitas pendukung maupun penguasaan TIK oleh para guru melalui pendidikan dan pelatihan. Pada konteks ini, PSM  sangat dibutuhkan sebagai salah satu alternatif terobosan. Namun diperlukan adanya strategi yang tepat, sebab saat ini masyarakat  keliru dalam memaknai kebijakan pemerintah tentang ”sekolah geratis”. Langkah terobosan dalam pengadaan fasilitas dan pelatihan penguasaan TIK dalam pembelajaran dengan menggerakkan PSM, amat dibutuhkan oleh sekolah yang mengalami kekurangan pendanaan dan berada di daerah tertinggal atau pinggiran. Di samping itu, dibenarkan juga oleh peraturan-peraturan tertulis yang berlaku.

BAB III
METODOLOGI PENULISAN

A.    Objek dan Subjek Tulisan
Pengadaan fasilitas dan pelatihan penguasaan (pemanfaatan) TIK dalam pembelajaran oleh tenaga pendidik, merupakan objek tulisan dalam karya tulis ini. Hal ini berangkat dari adanya kenyataan, bahwa fasilitas TIK yang merupakan kebutuhan mendesak sekolah belum ada, sebagian besar guru belum menguasai TIK, dan tenaga pendidik rata-rata belum mendapat pelatihan pemanfaatan TIK dalam pembelajaran. Sehingga perlu adanya tindakan sekolah untuk memfasilitasinya.
Sedangkan subjek tulisan, adalah guru-guru SMP Negeri 4 Jerowaru sebanyak 25 orang yang dilibatkan dalam pelatihan penguasaan TIK, dan komite sekolah atau masyarakat dalam kaitannya dengan upaya pengadaan fasilitas TIK, serta mitra sekolah dalam hal memfasilitasi pengadaan fasilitas dan pelatihan.

B.     Sumber Data Penulisan
Penulisan ini menggunakan dua jenis data, yaitu :
1.      Data dokumentasi, untuk mencari dan memperoleh data atau rujukan langsung bahan penulisan, meliputi buku-buku, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, yang relevan dengan tujuan penulisan. Jenis-jenis data itu, misalnya menyangkut tentang aturan tertulis tentang fasilitas, penggunaan dan pemanfaatan TIK, serta ketentuan tentang PSM. Selanjutnya dokumen keadaan guru dan peningkatan SDM tenaga pendidik.
2.      Data dari hasil wawancara, rapat-rapat, pengajian dan kunjungan lapangan, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran  tentang pandangan guru dan masyarakat tentang TIK, keadaan sosio-kultural dan ekonomi masyarakat setempat yang akan dilibatkan dalam PSM. Dari hasil ini ditetapkan dan dilakukan tindakan untuk terlaksananya program sekolah yang disajikan dalam tulisan ini.

BAB IV
PEMBAHASAN

A.    Alasan Pemilihan Strategi Pemecagan Masalah
Sekolah sangat membutuhkan fasilitas TIK untuk dapat memberikan pembelajaran yang lebih bermutu serta dapat mengikuti perkembangan zaman dan persaingan saat ini. Sementara, pemerintah memiliki keterbatasan pendanaan. Oleh karena itu, melibatkan PSM merupakan salah satu alternatif dalam pengadaannya dan dibenarkan menurut peraturan tertulis. Kenyataan lain di lapangan, ternyata rata-rata guru belum mengikuti pelatihan penguasaan TIK dalam pembelajaran. Sehingga, pelatihan di tingkat sekolah sangat relevan dan urgen dilaksanakan, dengan melibatkan masyarakat sebagai sumber pendanaannya.
Sumbangan masyarakat (PSM) untuk pengadaan fasilitas dan pelatihan TIK melalui jimpitan beras dan tabah sesuai dengan ajaran agama, sosial kultural dan ekonomi masyarakat setempat. Mereka sejak kecil diajarkan dan diperkenalkan dengan ajaran agama tentang beramal dan bersodaqoh. Sejak lama pula mengenal dan melaksanakan sistem gotong royong melaluli jimpitan beras. Sebagian besar di antara mereka bekerja di sektor pertanian dan nelayan, menyadari bahwa dalam hasil pertanian (padi dan tembakau) dan hasil laut terdapat bagian yang disodaqohkan untuk keberkahan rezeki yang diterima. Sehingga pada umumnya tidak keberatan untuk menyumbangkan sebagian rezekinya ke sekolah.  Jumlah sumbangan, tidak ditentukan oleh sekolah, sesuai dengan keikhlasan mereka. Sekolah juga tidak melakukan intimidasi atau memberikan sanksi bagi yang tidak menyumbang.

B.     Hasil atau Dampak yang Dicapai dari Strategi yang Dipilih
Dana yang terkumpul dari program jimpitan beras dan tabah pada tahun pelajaran 2008/2009 dan 2009/2010 untuk membiayai pengadaan fasilitas TIK dan pelatihan, sebesar Rp. 11,496,500, dengan perincian dari : (a) jimpitan beras sejumlah 527 kg (Rp. 2,371,500); (b) tabah dari kotak amal Rp. 600,000; dan (c) tabah dari pemilik oven tembakau sebanyak 75 oven (Rp. 8,525,000). Perincian penggunaan  dana sumbangan tersebut: (a) pengadaan 1 unit komputer, 1 buah printer, 1 buah stapol, dan kelengkapan lainnya Rp. 5,155,500; (b) pengadaan kelengkapan jaringan internet Rp. 5,000,000; (c) konsumsi pelatihan Rp. 1,341,000.
Dengan demikian, saat ini di sekolah telah terdapat fasilitas berupa jaringan komputer. Walaupun masih minim dan terbatas, mendatangkan manfaat bagi sekolah dan berguna bagi tenaga pendidik dalam hubungannya dengan pembelajaran. Guru rata-rata telah mampu mengoperasikan jaringan komputer, setelah mengikuti pelatihan yang dilaksanakan di sekolah. Pelatihan selama 3 hari diikuti semua guru, 25 orang (10 PNS dan 15 GTT) : 2 orang menjadi pelatih dan 23 orang sebagai peserta. Terdapat 12 peserta telah mampu mengoperasikan komputer dan internet dengan baik serta memiliki e-mail pribadi,  3 peserta mampu mengoperasikan komputer cukup baik, 5 peserta masih pada tingkat dasar, dan 3 peserta belum meguasai sama sekali.

C.    Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Melaksanakan Strategi yang Dipilih
Kendala yang dirasa cukup menonjol adalah tingkat kehadiran masyarakat (orang tau waki murid) pada saat pelaksanaan sosialisasi program. Sebagian besar merupakan petani dan nelayan yang sibuk, serta memiliki tingkat pendidikan yang rata-rata rendah. Oleh karena itu, tidak semua bisa menghadiri kegiatan sosialisasi. Yang hadir antara 55 % - 65 %. Dampak lain dari kondisi masyarakat pedesaan seperti itu adalah PSM belum bisa digalakkan secara maksimal, karena masih ada masyarakat beranggapan bahwa penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggungjawab penuh pemerintah dan biaya digeratiskan untuk semua.
Tenaga pendidik juga ikut menjadi sumber kendala. Masih terdapat guru yang tidak mau terlibat aktif dalam pelatihan, bahkan ada yang merasa tidak membutuhkannya. Hal ini turut dipicu oleh kurangnya media dan bahan penunjang pelatihan, sehingga peserta cukup kesulitan mengikutinya.
Pada saat ini, kendala yang dihadapi dan membutuhkan solusi adalah menyangkut pengembangan program. Jaringan komputer yang sudah ada, belum mampu dikembangkan lebih luas dan dimanfaatkan secara langsung di kelas pada saat pembelajaran, karena keterbatasan anggaran. Baru bisa dimanfaatkan tenaga pendidik, terbatas di ruang TU dan guru. Sedangkan siswa, baru dapat mengakses internet di ruang multimedia dengan fasilitas yang masih sangat minim dan ukuran ruangan yang terlalu kecil.

D.    Faktor-faktor Pendukung
Keterlaksanaan program didukung oleh adanya mitra yang meberikan beberapa kemudahan, seperti pembayaran pengadaan fasilitas jaringan komputer boleh dilakukan secara bertahap, dan menyediakan beberapa buah laptop untuk dijadikan media pelatihan. Di samping itu, motiviasi tinggi dari sebagian besar peserta pelatihan terut membantu. Waktu pelatihan yang singkat dimanfaatkan secara maksimal. Setelah pelatihan dan merasa bisa, ada yang membeli laptop. Kerelaan menyisihkan sebagian rezeki, merupakan berkah bagi sekolah. Dari 25 orang guru, 16 orang telah memiliki lapotop pribadi. Mereka memanfaatkannya untuk keperluan pembelajaran dan fasilitas pendukung pemanfatan jaringan internet yang telah disediakan di sekolah.
Faktor pendukung yang terasa memberi andil besar adalah pemahaman masyarakat tentang ajaran agama (beramal/bersodaqoh), kultur sosial budaya masyarakat setempat (sikap gotong royong) dan pengahsilan musiman pada saat pengovenan tembakau atau mata pencaharian orang tua peserta didik sebagai petani. Faktor lain yang tidak bisa terlupakan, yaitu adanya dukungan dari tokoh agama (Tuan Guru) dan tokoh masyarakat setempat sebagai panutan.

E.     Alternatif Pengembangan
Ada berbagai strategi yang masih dapat dikembangkan, misalnya :
1.      Studi lanjut dengan mengusulkan subsidi pembiayaan dari pemerintah.
2.      Mengikutsertakan guru dalam kegiatan pengembangan diri di luar sekolah, baik dibiayai sekolah maupun didanai oleh pemerintah atau pihak lainnya.
3.      Pengadaan fasilitas penunjang mutu dan menyelenggarakan kegiatan pengembangan diri di sekolah dengan mengajukan proposal ke pemerintah/lembaga terkait, seperti Lembaga Penjaminanan Mutu Pendidikan (LPMP).
4.      Mengadakan fasilitas penunjang mutu dan menyelenggarakan kegiatan pengembangan diri di sekolah dengan melibatkan masyarakat sekitar sekolah sebagai sumber pendanaan melalui PSM dan menjalin kemitraan dengan pihak lain sebagai fasilitator. Alternatif ini yang dibahas dalam tulisan ini.
5.      Mengikutsertakan guru dalam lomba TIK atau inovasi pembelajaran berbasis teknologi.

BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI OPERASIONAL

A.    Kesimpulan
Berdasarkan uarain di atas, dapat dirumuskan kesimpulan pokok. Penyediaan fasilitas, pemanfaatan TIK dalam pembelajaran dan PSM telah diatur secara tegas dan jelas dalam perturan tertulis sebagai payung hukumnya. Tetapi karena, penyediaan fasilitas dan kesempatan pengembangan diri yang difasilitasi oleh pemerintah terbatas, maka sekolah harus mencari terobosan alternatif untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat mendesak dan penting untuk menunjang pembelajaran, misalnya dengan melibatkan masyarakat (PSM). Namun hendaknya, dilakukan dengan strategi yang tepat dan mengena dengan masyarakat setempat.
Langkah penyediaan fasilitas dan pelatihan penguasaan jaringan komputer untuk pembelajaran dengan strategi melibatkan PSM melalui program jimpitan beras dan tabah, telah dapat meningkatkan kompetensi tenaga pendidik. Dari sebelumnya rata-rata mereka tidak menguasai, menjadi sebagian besar bisa memmanfaatkannya. Dengan adanya fasilitas tersebut mereka merasa terbantu. Lewat internet, dapat dengan cepat mengakses informasi terbaru dan materi/bahan pendukung pembelajaran. Guru tidak lagi harus mengandalkan operator komputer untuk menyelesaikan perencanaan pembelajaran dan lain-lainnya yang mereka butuhkan. Mereka dapat menyelesaikan sendiri, karena sudah bisa mengoperasikan komputer lewat pelatihan yang telah diikutinya. Apalagi di antara mereka ini dengan kesadaran dan motivasi diri yang tinggi, telah memiliki laptop pribadi. Hal ini juga akan semakin mempermudah mereka dalam memanfaatkan internet yang telah tersedia di sekolah, tanpa harus menggunakan komputer sekolah yang jumlahnya masih sangat terbatas.

B.     Rekomendasi Operasional
Berdasarkan simpulan di atas, dapat disampaikan beberapa rekomendasi yang urgen untuk dipertimbangkan :
1.      Penyediaan fasilitas pendidikan oleh pemerintah, terutama yang berhubungan dengan TIK dan media pembelajaran berbasis teknologi dalam rangka penyelenggaraan pendidikan (pembelajaran) yang bermutu, hendaknya diperluas dan merata untuk semua sekolah.
2.      Kesempatan pengembangan diri tenaga pendidik, khususnya tentang pengusaan (pemanfaatan) TIK dalam pembelajaran yang difasilitasi oleh pemerintah, hendaknya melibatkan lebih banyak tenaga pendidik dan merata untuk semua sekolah. Hal ini untuk lebih memacu kreativitas dan memotivasi mereka yang kurang kemauannya dalam pemanfaatan TIK.
3.      PSM sangat penting mendukung penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan berdaya saing, sehingga makna kebijakan sekolah gratis perlu diluruskan untuk memberikan persepsi yang benar kepada masyarakat.
4.      Satuan pendidikan harus terampil dan berani mencari trobosan  alternatif sumber pembiayaan penyelenggaraan pendidikan, dengan berbagai cara yang tidak melanggar aturan atau dapat dipertanggungjawabkan.

DAFTAR PUSTAKA

Danim, Sudarwan (2010), Karya Tulis Inovatif Sebuh Pengembangan Profesi Guru, Penerbit : PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Saud, Udin Saefudin, (2009), Pengembangan Profesi Guru, Penerbit : CV. Alfabeta, Bandung.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Tambahan Lembaran Negara RI No. 4301).
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara RI Tahun 2005 Nomor 41).
Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negera RI Tahun 2008 Nomor 194).
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 37 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS Tahun Anggaran 2011.
BAB I
PENDAHULUAN


A.    Latar Belakang Masalah
Tulisan ini merupakan salah satu pengalaman konkrit kepala sekolah dalam mencapai suatu keberhasilan (best practices) di satuan pendidikan yang dipimpinnya. Penulis mencoba mengangkatnya dengan maksud untuk berbagi pengalaman dalam memberdayakan guru untuk dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya di satuan pendidikan secara lebih baik.
Tugas dan tanggung jawab guru di satuan pendidikan dewasa ini semakin berat dan kompleks, seiring dengan perkembangan zaman, perubahan dalam sistem pemerintahan dan pendidikan, serta persaingan lulusan dalam lapangan pekerjaan. Oleh karena itu dibutuhkan guru yang dapat melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya secara lebih profesional. Untuk bisa menjadi guru yang profesional, dituntut untuk memiliki dan menguasai sejumlah kompetensi yang dipersyaratkan. Aspek-aspek yang harus dipenuhi guru dalam sejumlah kompetensinya itu, antara lain mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan, serta pemanfaatan (penguasaan) teknologi dalam pembelajaran.
Menyadari hal itu, diperlukan adanya upaya peningkatan kompetensi guru dalam penguasaan teknologi untuk keperluan pembelajaran. Untuk mewujudkan upaya tersebut, diperlukan adanya langkah terobosan dari sekolah. Mengingat keterbatasan pendanaan pemerintah untuk memfasilitasinya. Oleh karena itu, sangat dibutuhkan adanya partisipasi masyarakat (PSM).

B.     Permasalahan
Mengelola pendidikan di wilayah tertinggal, seperti di wilayah Kecamatan Jerowaru Kabupaten Lombok Timur Provinsi Nusa Tenggara Barat, terasa amat berat dan banyak kendala yang dihadapi, lebih-lebih pada sekolah baru. Sehingga untuk menjadi yang terbaik terasa sulit. Tetapi bisa menghasilkan perubahan sekecil apa pun di tengah kekurangan yang ada terasa amat mengembirakan, dapat menjadi penghilang dahaga dan pemuas batin.
Ketika saya baru mengawali tugas menjadi kepala sekolah, ditemukan berbagai masalah yang menonjol, antara lain kesempatan guru mengembangkan diri nyaris tidak ada, pemahaman dan penguasaan guru tentang teknologi informasi dan komunikasi (TIK) masih sangat rendah, serta fasilitas TIK untuk pembelajaran belum tersedia. Kenyataan ini menggugah kesadaran untuk dijadikan sebagai salah satu program prioritas (strategis) dalam rencana pengembangan sekolah (RPS) atau rencana kerja dan anggaran sekolah (RKAS). Upaya mewujudkan mimpi itu menjadi kenyatan cukup sulit, dibutuhkan keberanian yang bisa dipertanggungjawabkan.

C.    Strategi Pemecahan Masalah
Diskripsi strategi pemecahan masalah yang dipilih adalah : Kesulitan mengengembangkan kompetensi tenaga pendidik dalam penguasaan TIK,  dikembangkan melalui solusi sekolah menyediakan fasilitas jaringan komputer disertai dengan pelatihan tingkat dasar dengan melibatkan PSM.
Strategi pemecahan masalah dan tahapan operasional pelaksanaannya, sebagai berikut :
1.      Penyusunan program
Penyusunan program sekolah dibuat secara partisipatif dengan melibatkan semua pemangku kepentingan (stakeholder) pendidikan di sekitar sekolah, seperti guru, pegawai, komite sekolah, orang tua siswa/wali murid, tokoh agama (tuan guru), tokoh  masyarakat, tokoh pemuda, serta tokoh/aparat pemerintahan di tingkat desa dan kecamatan.
2.      Sosialisasi program
Sosialisasi dilakukan dengan melibatkan stakeholder, yang telah disebutkan di atas, melalui rapat-rapat dan pengajian pada saat pelaksanaan acara peringatan hari besar Islam (PHBI) di sekolah. Kegiatan ini dimaksudkan untuk menyamakan persepsi dan mencari dukungan finansial.
3.      Pelaksanaan program
Program dimulai dengan mengumpulkan dana pada tahun pelajaran 2008/2009 dan 2009/2010. Program direalisasikan pada tahun pelajaran 2009/2010, dengan cara :
a)      Pengadaan fasilitas TIK, yaitu berupa jaringan komputer.
b)      Cara pengadaan jaringan komputer dilakukan melalui kemitraan dengan UD. Lestari yang berkedudukan di Desa Gunung Rajak Kecamatan Sakra Barat Kabupaten Lombok Timur Nusa Tenggara Barat.
c)      Pelatihan pengoperasian jaringan komputer dilaksanakan dengan melibatkan  dua orang tenaga teknisi UD. Lestari dan dua orang guru yang telah mengusai pengopereasian jaringan komputer sebagai pelatih/fasilitator, serta dua puluh tiga guru yang belum mengusasi jaringan komputer sebagai peserta pelatihan.
d)     Sumber dana diperoleh melalui program jimpitan beras” dari orang tua siswa, dan program “tabungan akherat (tabah) dari peserta didik dan pemilik oven tembakau.
“Jimpitan beras” adalah bentuk perkumpulan dalam masyarakat dengan mengumpulkan beras dari anggotanya sebagai modal dalam jumlah tertentu (misalnya satu gelas beras). Hal merupakan kebiasaan atau budaya gotong royong dalam masyarakat untuk saling membantu kepada sesama anggota perkumpulan secara bergilir di lingkungan tempat tinggalnya yang membutuhkan. Pola ini diadopsi di SMP Negeri 4 Jerowaru sebagai salah satu bentuk program untuk menggerakkan PSM. Program ini dilakukan dua kali dalam sebulan pada setiap hari Jum’at. Pelaksanaannya dilakukan dengan cara meminta siswa membawa beras dengan kantong plastik pada hari Jum’at minggu ke dua dan keempat. Isi kantong plastik sesuai dengan ketentuan dalam jimpitan dalam masyarakat Jerowaru, kalau diukur maka minimal berisi satu gelas beras. Boleh lebih, tergantung keikhlasan yang bersangkutan. Peserta didik yang tidak membawa beras, tidak dikenakan sanksi dan hanya diberikan pengertian tentang pentingnya berbagi (bersodaqoh). Beras diserahkan kepada petugas yang telah ditetapkan (Tim Pembina Imtaq), untuk kemudian dicatat/dibukukan jumlah yang telah terkumpul, dan diumumkan secara terbuka kepada pemangku kepentingan pertriwulan, perenam bulan dan pertahun.
“Tabungan Akherat (Tabah)” merupakan program pembiasaan bagi peserta didik untuk beramal pada kotak amal yang telah disediakan oleh sekolah, dan pengumpulan amal dari pemilik oven tembakau. Sistem ini diberlakukan di SMP Negeri 4 Jerowaru sejak tahun 2009. Pelaksanaan program ini untuk peserta didik, dilakukan setiap hari Jum’at sehabis pelaksanaan kegiatan iman dan taqwa (imtaq). Sekolah menyiapkan kotak sumbangan (amal) “tabah” di tempat yang telah ditentukan. Pengumpulan sumbangan ini tidak ditentukan jumlahnya (seikhlasnya). Pengumpulannya dikoordinir oleh ketua kelas masing-masing. Bagi siswa yang tidak menyumbang tidak dikenakan sanksi, dan hanya diberikan pejelasan tetang arti peting beramal pada saat kegiatan Imtaq. Ketua kelas akan memasukan sumbangan yang terkumpul ke kotak “tabah” disertai catatan kelas dan jumlah sumbangan yang terkumpul. Setelah sumbangan pada hari itu terkumpul, pengelola “tabah” (Tim Pembina Imtaq) yang telah ditunjuk akan mencatat dan merekap sumbangan dalam pembukuan (membukukan). Pada hari Jum’at berikutnya, sumbangan “tabah” yang telah terkumpul diumumkan kepada siswa setelah mengikuti kegitan imtaq, baik yang terkumpul minggu lalu maupun secara keseluruhan.
Sedangkan pengumpulan amal dari pemilik oven tembakau, dilakukan oleh tim yang dibentuk oleh sekolah dan komite sekolah, yang terdiri dari perwakilan sekolah, komite sekolah dan perwakilan orang tua siswa. Tim mengumpulkan sumbangan secara langsung ke lokasi oven tembakau para petani yang dijadikan sasaran menjelang akan berakhirnya masa pengovenan tembakau (menjelang final). Untuk diketahui, masyarakat Jerowaru pada musim kemarau sebagian besar merupakan petani tembakau (budi daya tembakau) verginia, yang rata-rata memiliki oven sendiri. Sumbangan dari masing-masing pemilik oven tembakau, tidak ditentukan jumlahnya (sukarela), dan bagi yang tidak memberikan sumbangan tidak menjadi masalah (tidak ada ikatan). Setiap sumbangan yang diterima, dicatat dalam pembukuan oleh tim dan dilaporkan kepada pemangku kepentingan.
“Tabah” yang terkumpul, baik yang berasal dari peserta didik maupun masyarakat (pemilik oven tembakau), dilaporkan juga kepada komite sekolah secara pertriwulan, perenam bulan dan pertahun.
4.      Evaluasi dan Pelaporan/Akuntabilitas
Laporan mengenai perencanaan dan pelaksanaan program kegiatan, dilakukan pada saat atau melalui :
a)      Pertemuan orang tua wali murid bersama komite sekolah.
b)      Acara PHBI di sekolah yang dihadiri oleh komite sekolah, tokoh agama, tokoh  masyarakat, dan orang tua siswa.
c)      Pengumuman hasil ujian sekolah/ujian nasional (US/UN) yang dihadiri komite sekolah dan orang tua peserta didik.
d)     Papan informasi di sekolah.

BAB II
LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERPIKIR

A.    Landasan Teori
Pada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru, menyatakan bahwa “Kompetensi guru meliputi kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional yang diperoleh melalui pendidikan profesi”. Aspek-aspek  kompetensi yang harus dimiliki (dipenuhi) guru, yang berkaitan dengan TIK adalah  pada kompetensi pedagogik : “(f) pemanfaatan teknologi pembelajaran”, dan pada kompetensi sosial : “(b) menggunakan teknologi komunikasi dan informasi secara fungsional”.
Dengan demikian, penguasaan (pemanfaatan) TIK oleh guru dalam pembelajaran sangat penting. Tetapi tidak semua guru dapat menguasai dan memanfaatkannya. Oleh karena itu, kemajuan tersebut harus diikuti dengan pengembangan sumber daya tenaga pendidik. Hal ini sesuai dengan tuntutan kompetensi kepribadian guru dalam PP No. 74 Tahun 2008 tersebut, yaitu : “(m) mengembangkan diri secara mandiri dan berkelanjutan”. Untuk menunjang pengembangan tersebut, dibutuhkan adanya fasilitas TIK. Ketentuan tentang penyediaan fasilitas sekolah, termasuk fasilitas TIK diatur dalam Undang-undang (UU) Nomor 20 Tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas), PP No. 19 Tahun 2005 Tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP), dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) No. 24 Tahun 2007 Tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah (SD/MI), Sekolah Menengah Pertama/Madrasah Tsanawiyah (SMP/MTs), dan Sekolah Menegah Atas/Madrasah Aliyah (SMA/MA).
Sedangkan pelibatan PSM di satuan pendidikan dibenarkan menurut peraturan tertulis. Dalam UU No. 20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas, terdapat pasal-pasal yang mengatur tentang pendanaan pendidikan, yaitu pasal 46 ayat (1), serta pasal 54 ayat (1) dan (2). Kemudian diperjelas lagi dalam PP No. 19 Tahun 2005 Tentang SNP, pada pasal 62 ayat (1) dan (2). Permendiknas No. 37 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS Tahun Anggaran 2011, tidak melarang PSM dalam bentuk sumbangan sukarela. Dalam ajaran agama (Islam), terdapat juga ketentuan tentang beramal atau bersodaqoh ke faslitas-fasilitas umum, termasuk pendidikan seikhlasnya, sesuai dengan kemampuan. Ketentuan ini berlaku baik untuk orang yang mampu maupun orang yang kurang mampu.
Penguasaan dan pemanfaatan TIK oleh guru, berpengaruh besar dalam mengembangkan pembelajaran dewasa ini. Terkait dengan hal ini, Saud (2009 : 98) mengemukakan bahwa :
Untuk meningkatkan mutu pendidikan saat ini, maka profesionalisasi guru (pendidik) merupakan suatu keharusan, terlebih lagi apabila kita melihat kondisi objektif saat ini berkaitan dengan berbagai hal yang ditemui dalam melaksanakan pendidikan, yaitu : (1) perkembangan Iptek, (2) persaingan global bagi lulusan pendidikan, (3) otonomi daerah, dan (4) implementasi kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP).
Berdasarkan argumen itu, maka upaya pengembangan kompetensi guru dalam penguasaan dan pemanfaatan TIK dalam pembelajaran menjadi sangat relevan. Danim (2010 : 5), mengatakan “pengembangan keprofesian guru atas prakarsa institusi, seperti pendidikan dan pelatihan, workshop, magang, studi banding, dan lain-lainnya adalah penting”. Oleh karena itu, sekolah berinisiatif meningkatkan kompetensi guru melalui pelatihan penguasaan jaringan komputer.

B.     Kerangka Berpikir
Secara umum, penyediaan fasilitas sekolah dan peningkatan sumber daya tenaga pendidik, sesungguhnya merupakan kewajiban pemerintah (pusat dan daerah), karena kedudukannya memfasilitasi. Tetapi tampaknya, kemampuan pendanaan pemerintah terbatas. Keterbatasan itu, menyebabkan penyediaan fasilitas dilakukan secara bertahap dan tidak dapat diterima merata untuk semua sekolah. Berakibat pula pada minimnya kegiatan peningngkatan kualitas dan kompetensi guru melalui pendidikan dan pelatihan atau sejenisnya, termasuk yang berhubungan dengan penguasaan dan pemanfaatan TIK dalam pembelajaran. 
Berdasarkan kondisi di atas, sangat dibutuhkan adanya kiat-kiat pengelola sekolah atau kepala sekolah, baik dalam upaya pengadaan fasilitas pendukung maupun penguasaan TIK oleh para guru melalui pendidikan dan pelatihan. Pada konteks ini, PSM  sangat dibutuhkan sebagai salah satu alternatif terobosan. Namun diperlukan adanya strategi yang tepat, sebab saat ini masyarakat  keliru dalam memaknai kebijakan pemerintah tentang ”sekolah geratis”. Langkah terobosan dalam pengadaan fasilitas dan pelatihan penguasaan TIK dalam pembelajaran dengan menggerakkan PSM, amat dibutuhkan oleh sekolah yang mengalami kekurangan pendanaan dan berada di daerah tertinggal atau pinggiran. Di samping itu, dibenarkan juga oleh peraturan-peraturan tertulis yang berlaku.

BAB III
METODOLOGI PENULISAN

A.    Objek dan Subjek Tulisan
Pengadaan fasilitas dan pelatihan penguasaan (pemanfaatan) TIK dalam pembelajaran oleh tenaga pendidik, merupakan objek tulisan dalam karya tulis ini. Hal ini berangkat dari adanya kenyataan, bahwa fasilitas TIK yang merupakan kebutuhan mendesak sekolah belum ada, sebagian besar guru belum menguasai TIK, dan tenaga pendidik rata-rata belum mendapat pelatihan pemanfaatan TIK dalam pembelajaran. Sehingga perlu adanya tindakan sekolah untuk memfasilitasinya.
Sedangkan subjek tulisan, adalah guru-guru SMP Negeri 4 Jerowaru sebanyak 25 orang yang dilibatkan dalam pelatihan penguasaan TIK, dan komite sekolah atau masyarakat dalam kaitannya dengan upaya pengadaan fasilitas TIK, serta mitra sekolah dalam hal memfasilitasi pengadaan fasilitas dan pelatihan.

B.     Sumber Data Penulisan
Penulisan ini menggunakan dua jenis data, yaitu :
1.      Data dokumentasi, untuk mencari dan memperoleh data atau rujukan langsung bahan penulisan, meliputi buku-buku, peraturan-peraturan, laporan kegiatan, yang relevan dengan tujuan penulisan. Jenis-jenis data itu, misalnya menyangkut tentang aturan tertulis tentang fasilitas, penggunaan dan pemanfaatan TIK, serta ketentuan tentang PSM. Selanjutnya dokumen keadaan guru dan peningkatan SDM tenaga pendidik.
2.      Data dari hasil wawancara, rapat-rapat, pengajian dan kunjungan lapangan, dimaksudkan untuk memperoleh gambaran  tentang pandangan guru dan masyarakat tentang TIK, keadaan sosio-kultural dan ekonomi masyarakat setempat yang akan dilibatkan dalam PSM. Dari hasil ini ditetapkan dan dilakukan tindakan untuk terlaksananya program sekolah yang disajikan dalam tulisan ini.

BAB IV
PEMBAHASAN

A.    Alasan Pemilihan Strategi Pemecagan Masalah
Sekolah sangat membutuhkan fasilitas TIK untuk dapat memberikan pembelajaran yang lebih bermutu serta dapat mengikuti perkembangan zaman dan persaingan saat ini. Sementara, pemerintah memiliki keterbatasan pendanaan. Oleh karena itu, melibatkan PSM merupakan salah satu alternatif dalam pengadaannya dan dibenarkan menurut peraturan tertulis. Kenyataan lain di lapangan, ternyata rata-rata guru belum mengikuti pelatihan penguasaan TIK dalam pembelajaran. Sehingga, pelatihan di tingkat sekolah sangat relevan dan urgen dilaksanakan, dengan melibatkan masyarakat sebagai sumber pendanaannya.
Sumbangan masyarakat (PSM) untuk pengadaan fasilitas dan pelatihan TIK melalui jimpitan beras dan tabah sesuai dengan ajaran agama, sosial kultural dan ekonomi masyarakat setempat. Mereka sejak kecil diajarkan dan diperkenalkan dengan ajaran agama tentang beramal dan bersodaqoh. Sejak lama pula mengenal dan melaksanakan sistem gotong royong melaluli jimpitan beras. Sebagian besar di antara mereka bekerja di sektor pertanian dan nelayan, menyadari bahwa dalam hasil pertanian (padi dan tembakau) dan hasil laut terdapat bagian yang disodaqohkan untuk keberkahan rezeki yang diterima. Sehingga pada umumnya tidak keberatan untuk menyumbangkan sebagian rezekinya ke sekolah.  Jumlah sumbangan, tidak ditentukan oleh sekolah, sesuai dengan keikhlasan mereka. Sekolah juga tidak melakukan intimidasi atau memberikan sanksi bagi yang tidak menyumbang.

B.     Hasil atau Dampak yang Dicapai dari Strategi yang Dipilih
Dana yang terkumpul dari program jimpitan beras dan tabah pada tahun pelajaran 2008/2009 dan 2009/2010 untuk membiayai pengadaan fasilitas TIK dan pelatihan, sebesar Rp. 11,496,500, dengan perincian dari : (a) jimpitan beras sejumlah 527 kg (Rp. 2,371,500); (b) tabah dari kotak amal Rp. 600,000; dan (c) tabah dari pemilik oven tembakau sebanyak 75 oven (Rp. 8,525,000). Perincian penggunaan  dana sumbangan tersebut: (a) pengadaan 1 unit komputer, 1 buah printer, 1 buah stapol, dan kelengkapan lainnya Rp. 5,155,500; (b) pengadaan kelengkapan jaringan internet Rp. 5,000,000; (c) konsumsi pelatihan Rp. 1,341,000.
Dengan demikian, saat ini di sekolah telah terdapat fasilitas berupa jaringan komputer. Walaupun masih minim dan terbatas, mendatangkan manfaat bagi sekolah dan berguna bagi tenaga pendidik dalam hubungannya dengan pembelajaran. Guru rata-rata telah mampu mengoperasikan jaringan komputer, setelah mengikuti pelatihan yang dilaksanakan di sekolah. Pelatihan selama 3 hari diikuti semua guru, 25 orang (10 PNS dan 15 GTT) : 2 orang menjadi pelatih dan 23 orang sebagai peserta. Terdapat 12 peserta telah mampu mengoperasikan komputer dan internet dengan baik serta memiliki e-mail pribadi,  3 peserta mampu mengoperasikan komputer cukup baik, 5 peserta masih pada tingkat dasar, dan 3 peserta belum meguasai sama sekali.

C.    Kendala-kendala yang Dihadapi dalam Melaksanakan Strategi yang Dipilih
Kendala yang dirasa cukup menonjol adalah tingkat kehadiran masyarakat (orang tau waki murid) pada saat pelaksanaan sosialisasi program. Sebagian besar merupakan petani dan nelayan yang sibuk, serta memiliki tingkat pendidikan yang rata-rata rendah. Oleh karena itu, tidak semua bisa menghadiri kegiatan sosialisasi. Yang hadir antara 55 % - 65 %. Dampak lain dari kondisi masyarakat pedesaan seperti itu adalah PSM belum bisa digalakkan secara maksimal, karena masih ada masyarakat beranggapan bahwa penyelenggaraan pendidikan merupakan tanggungjawab penuh pemerintah dan biaya digeratiskan untuk semua.
Tenaga pendidik juga ikut menjadi sumber kendala. Masih terdapat guru yang tidak mau terlibat aktif dalam pelatihan, bahkan ada yang merasa tidak membutuhkannya. Hal ini turut dipicu oleh kurangnya media dan bahan penunjang pelatihan, sehingga peserta cukup kesulitan mengikutinya.
Pada saat ini, kendala yang dihadapi dan membutuhkan solusi adalah menyangkut pengembangan program. Jaringan komputer yang sudah ada, belum mampu dikembangkan lebih luas dan dimanfaatkan secara langsung di kelas pada saat pembelajaran, karena keterbatasan anggaran. Baru bisa dimanfaatkan tenaga pendidik, terbatas di ruang TU dan guru. Sedangkan siswa, baru dapat mengakses internet di ruang multimedia dengan fasilitas yang masih sangat minim dan ukuran ruangan yang terlalu kecil.

D.    Faktor-faktor Pendukung
Keterlaksanaan program didukung oleh adanya mitra yang meberikan beberapa kemudahan, seperti pembayaran pengadaan fasilitas jaringan komputer boleh dilakukan secara bertahap, dan menyediakan beberapa buah laptop untuk dijadikan media pelatihan. Di samping itu, motiviasi tinggi dari sebagian besar peserta pelatihan terut membantu. Waktu pelatihan yang singkat dimanfaatkan secara maksimal. Setelah pelatihan dan merasa bisa, ada yang membeli laptop. Kerelaan menyisihkan sebagian rezeki, merupakan berkah bagi sekolah. Dari 25 orang guru, 16 orang telah memiliki lapotop pribadi. Mereka memanfaatkannya untuk keperluan pembelajaran dan fasilitas pendukung pemanfatan jaringan internet yang telah disediakan di sekolah.
Faktor pendukung yang terasa memberi andil besar adalah pemahaman masyarakat tentang ajaran agama (beramal/bersodaqoh), kultur sosial budaya masyarakat setempat (sikap gotong royong) dan pengahsilan musiman pada saat pengovenan tembakau atau mata pencaharian orang tua peserta didik sebagai petani. Faktor lain yang tidak bisa terlupakan, yaitu adanya dukungan dari tokoh agama (Tuan Guru) dan tokoh masyarakat setempat sebagai panutan.

E.     Alternatif Pengembangan
Ada berbagai strategi yang masih dapat dikembangkan, misalnya :
1.      Studi lanjut dengan mengusulkan subsidi pembiayaan dari pemerintah.
2.      Mengikutsertakan guru dalam kegiatan pengembangan diri di luar sekolah, baik dibiayai sekolah maupun didanai oleh pemerintah atau pihak lainnya.
3.      Pengadaan fasilitas penunjang mutu dan menyelenggarakan kegiatan pengembangan diri di sekolah dengan mengajukan proposal ke pemerintah/lembaga terkait, seperti Lembaga Penjaminanan Mutu Pendidikan (LPMP).
4.      Mengadakan fasilitas penunjang mutu dan menyelenggarakan kegiatan pengembangan diri di sekolah dengan melibatkan masyarakat sekitar sekolah sebagai sumber pendanaan melalui PSM dan menjalin kemitraan dengan pihak lain sebagai fasilitator. Alternatif ini yang dibahas dalam tulisan ini.
5.      Mengikutsertakan guru dalam lomba TIK atau inovasi pembelajaran berbasis teknologi.

BAB V
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI OPERASIONAL

A.    Kesimpulan
Berdasarkan uarain di atas, dapat dirumuskan kesimpulan pokok. Penyediaan fasilitas, pemanfaatan TIK dalam pembelajaran dan PSM telah diatur secara tegas dan jelas dalam perturan tertulis sebagai payung hukumnya. Tetapi karena, penyediaan fasilitas dan kesempatan pengembangan diri yang difasilitasi oleh pemerintah terbatas, maka sekolah harus mencari terobosan alternatif untuk memenuhi kebutuhan yang bersifat mendesak dan penting untuk menunjang pembelajaran, misalnya dengan melibatkan masyarakat (PSM). Namun hendaknya, dilakukan dengan strategi yang tepat dan mengena dengan masyarakat setempat.
Langkah penyediaan fasilitas dan pelatihan penguasaan jaringan komputer untuk pembelajaran dengan strategi melibatkan PSM melalui program jimpitan beras dan tabah, telah dapat meningkatkan kompetensi tenaga pendidik. Dari sebelumnya rata-rata mereka tidak menguasai, menjadi sebagian besar bisa memmanfaatkannya. Dengan adanya fasilitas tersebut mereka merasa terbantu. Lewat internet, dapat dengan cepat mengakses informasi terbaru dan materi/bahan pendukung pembelajaran. Guru tidak lagi harus mengandalkan operator komputer untuk menyelesaikan perencanaan pembelajaran dan lain-lainnya yang mereka butuhkan. Mereka dapat menyelesaikan sendiri, karena sudah bisa mengoperasikan komputer lewat pelatihan yang telah diikutinya. Apalagi di antara mereka ini dengan kesadaran dan motivasi diri yang tinggi, telah memiliki laptop pribadi. Hal ini juga akan semakin mempermudah mereka dalam memanfaatkan internet yang telah tersedia di sekolah, tanpa harus menggunakan komputer sekolah yang jumlahnya masih sangat terbatas.

B.     Rekomendasi Operasional
Berdasarkan simpulan di atas, dapat disampaikan beberapa rekomendasi yang urgen untuk dipertimbangkan :
1.      Penyediaan fasilitas pendidikan oleh pemerintah, terutama yang berhubungan dengan TIK dan media pembelajaran berbasis teknologi dalam rangka penyelenggaraan pendidikan (pembelajaran) yang bermutu, hendaknya diperluas dan merata untuk semua sekolah.
2.      Kesempatan pengembangan diri tenaga pendidik, khususnya tentang pengusaan (pemanfaatan) TIK dalam pembelajaran yang difasilitasi oleh pemerintah, hendaknya melibatkan lebih banyak tenaga pendidik dan merata untuk semua sekolah. Hal ini untuk lebih memacu kreativitas dan memotivasi mereka yang kurang kemauannya dalam pemanfaatan TIK.
3.      PSM sangat penting mendukung penyelenggaraan pendidikan yang bermutu dan berdaya saing, sehingga makna kebijakan sekolah gratis perlu diluruskan untuk memberikan persepsi yang benar kepada masyarakat.
4.      Satuan pendidikan harus terampil dan berani mencari trobosan  alternatif sumber pembiayaan penyelenggaraan pendidikan, dengan berbagai cara yang tidak melanggar aturan atau dapat dipertanggungjawabkan.

DAFTAR PUSTAKA

Danim, Sudarwan (2010), Karya Tulis Inovatif Sebuh Pengembangan Profesi Guru, Penerbit : PT. Remaja Rosdakarya, Bandung.
Saud, Udin Saefudin, (2009), Pengembangan Profesi Guru, Penerbit : CV. Alfabeta, Bandung.
Undang-undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Tambahan Lembaran Negara RI No. 4301).
Peraturan Pemerintah RI Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (Lembaran Negara RI Tahun 2005 Nomor 41).
Peraturan Pemerintah RI Nomor 74 Tahun 2008 tentang Guru (Lembaran Negera RI Tahun 2008 Nomor 194).
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 24 Tahun 2007 tentang Standar Sarana dan Prasarana untuk SD/MI, SMP/MTs dan SMA/MA.
Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 37 Tahun 2010 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana BOS Tahun Anggaran 2011.

BUDAYA KERJA DAN KEPEMIMPINAN DI SEKOLAH

Sekolah merupakan organisasi (institusi) pelaksana teknis penyelenggaraan pendidikan, yang jati dirinya akan tebentuk oleh budaya kerja. Bentuk budaya kerja yang tumbuh dan berkembang di sekolah, dipengaruhi oleh pola dan gaya kepemimpinan yang ada di dalamnya, yang sekaligus merupakan bagian dari budaya kerja itu sendiri. Dengan demikian hidup atau matinya suatu sekolah akan sangat ditentukan oleh budaya kerja manusia di dalamnya.
Sesuai dengan semangat manajemen berbasis sekolah (MBS), yang mempersyaratkan adanya partisipasi, fleksibilitas dan keterbukaan (transparansi dan akuntabilitas), maka budaya sekolah bukan berkiblat kepada kekuasaan pribadi, tetapi pada struktur dan fungsi sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi di sekolah,  dituntut untuk tidak bekerja sendiri, tetapi mendelegasikan sebagian tugasnya kepada aparat yang lain dengan membentuk team work, yang dituntut harus kompak, cerdas dan dinamis. Sehingga diharapkan adanya jaminan keluwesan struktur dan penyelesaian tugas yang diemban. Untuk menuju ke arah itu, harus diatur dan dimantapkan pembagian tugas secara jelas dan tegas. Sehingga semua warga sekolah dapat berpartisipasi aktif sesuai dengan tugasnya masing-masing dan harus ditopang oleh adanya kemauan yang kuat untuk melaksanakan tugas yang diemban.
Pada hakekatnya praktek kepemimpinan terletak pada pengambilan keputusan terhadap berbagai kebijakan dan masalah yang dihadapi. Bagaimana antisipasi, persepsi dan cara pengambilan keputusan pimpinan akan mewarnai jalannya organisasi, termasuk di dalamnya apakah pengambilan keputusan itu cepat dan tepat. Untuk memenuhi kreteria itu, diterapkan pola kepemimpinan konsultatif dan partisipatif (demokratis). Hal ini mempersyaratkan bahwa keputusan pimpinan  senantiasa didasarkan atas persetujuan dari mitra kerja di dalamnya (guru, pegawai, komite sekolah, orangtua peserta didik), dengan tetap berpegang atau berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, petunjuk pelaksanaan dan kebijakan tertulis dari atasan, dan kearifan (wisdom) bersumber pada Pancasila dan agama (Islam). Tidak semua hal diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan, petunjuk pelaksanaan atau kebijakan tertulis dari atasan. Untuk mencapai itu, diperlukan adanya keputusan rapat, bahkan ada kalanya berdasarkan kesepakatan di antara pengelola sekolah. Dalam hal ini diperlukan adanya kearifan (wisdom) untuk menimbang-nimbang keputusan mana yang akan diambil. Dalam rangka mengarah ke hal itu, diatur wadahnya melalui mekanisme atau jalur (layanan) informasi dan komunikasi.
Praktek kepemimpin di sekolah diarahkan tidak lain untuk mencapai tugas pokok sekolah itu sendiri. Tugas pokok sekolah adalah menyelenggarakan proses pembelajaran yang efektif dan efesien untuk mencapai mutu pendidikan yang berkualitas, sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Keberhasilan dalam melaksanakan tugas tersebut, sangat tergantung pada guru di sekolah, yang merupakan pelaksana utama dalam proses pembelajaran. Untuk itu, pimpinan dituntut untuk mambu menumbuhkan kesadaran kepada guru tentang tugasnya, bahwa tugas guru tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik dan membimbing. Oleh karena itu, guru perlu terus dibimbing dan dimotivasi  untuk dapat secara berkesinambungan mengarahkan dan menekatkan sifat (proses) pembelajaran pada pemberdayaan peserta didik. Dimana guru dituntut untuk menggunakan strategi/metode/teknik pembelajaran yang pro-perubahan, yaitu yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan daya kreasi, inovasi dan eksperimentasi peserta didik untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru, misalnya dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dan lain-lainnya. Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi guru dengan baik dalam proses pembelajaran, pemimpin sekolah (kepala sekolah) harus memperhatikan  peningkatan kompetensi guru, disamping peningkatan kompetensinya sendiri. Sehingga guru mampu memelihara ilmunya dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mutahir.
Proses pembelajaran dan penyelenggaran pendidikan secara umum akan berjalan dengan efektif, apabila didukung oleh pelaksanaan atau penegakan hukum. Bagi orang Islam yang taat, melaksanakan hukum adalah suatu kewajiban. Sebab hukum diadakan untuk menjamin ketertiban dan keteraturan demi kepentingan bersama, dan merupakan syarat mutelak untuk kesejahteraan dan kedamaian. Apabila hukum tidak ditegakkan, maka yang terjadi adalah suatu anomie, di mana norma-norma menjadi kabur, bahkan mungkin akan terjadi suatu kekacaauan (chaos) atau ketidakteraturan (disoder), bukan keteraturan (cosmos) dan ketertiban (order). Jika alam mempunyai keteraturan dan ketertiban, maka dalam kehidupan manusia dengan semua pranata sosialnya, semestinya juga mempunyai keteraturan dan ketertiban. Untuk memberi jaminan penegakan hukum, maka pimpinan sekolah secara partisipatif bersama warga sekolah lainnya, menyusun dan menyempurnakan tata tertib guru, pegawai dan siswa (peraturan akademik dan kode etik) sesuai dengan kebutuhan. Dalam hubungannya dengan ini, pimpinan sekolah seyogyanya mampu mengajak semua elemen warga sekolah untuk merenungkan dan menghayati beberapa pokok pikiran berikut ini :
1.      Sejauh mana komitmen untuk melaksanakan tugas mulia sebagai pengelola sekolah (pimpinan), guru dan pegawai;
2.      Semua guru dan pegawai, termasuk di dalamnya yang terlibat selaku pimpinan sekolah pada mulanya adalah melamar pekerjaan, yang berarti bersedia dan mengikat diri untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Hal ini berlaku juga bagi guru atau pegawai tidak tetap (GTT/PTT);
3.      Kewajiban harus dilaksanakan lebih dahulu, baru diikuti oleh hak, bukan sebaliknya;
4.      Setiap organisasi atau instansi, lebih-lebih organisasi pemerintahan diatur oleh seperangkat norma hukum, demi tercapainya tujuan organisasi itu;
5.      Penegakan norma hukum, memerlukan dukungan norma moral dari pelaksananya;
6.      Pembinaan kepegawaian di Indonesia, khususnya PNS didasarkan atas kombinasi antara sistem karir dan sistem prestasi;
7.      Pelanggaran terhadap aturan kepegawaian bisa dikenakan sanksi sesuai undang-undang dan peraturan pemerintah tentang PNS dan tenaga bantu/kontrak, serta peraturan sekolah tentang tenaga guru dan pegawai tidak tetap (GTT/PTT);
8.      Apa yang menjadi kewajiban dan hak PNS/GT/PT, guru/pegawai bantu/kontrak dan guru/pegawai tidak tetap (GTT/PTT) ?;
9.      Apa fungsi atasan dan bawahan ?;
10.  Apa yang menjadi tugas Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Urusan-urusan, KTU dan para pengelola/pembina kegiatan ?;
11.  Apakah kita telah memenuhi ketentuan disiplin kerja (kehadiran, izin, sakit, absen, cuti dan tugas dinas lainnya) ?.
Perenungan dan penghayatan terhadap pokok-pokok pikiran di atas, yang dilakukan secara positif akan mendatangkan inspirasi positif, yang akan membawa dan mengantarkan kita kepada perbuatan/pelaksanaan kegiatan yang positif pula.
Agar keputusan bisa berjalan sebagaimana diharapkan diperlukan adanya komunikasi dan motivasi. Kedua hal ini sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan. Dalam era informasi dewasa ini, informasi begitu deras dari seluruh penjuru dengan berbagai media, dan dalam intraksi sosial informasi cepat menyebar dari mulut ke mulut, dari orang ke orang lain, dari  suatu kelompok ke kelompok yang lain. Sering kali terjadi arus atau penyampaian  informasi itu tidak sampai secara utuh, bahkan ada kalanya berkembang isu-isu yang tidak proporsional, sehingga mudah terjadi distorsi dan kesimpulan yang tidak tepat.
Untuk menghindari penyampaian informasi yang tidak utuh dan dalam rangka membagi informasi ke semua warga sekolah, perlu diatur jalur informasi dan komunikasi di sekolah. Jalur informasi dan komunikasi dikemas dalam forum pertemuan atau rapat, baik rapat rutin, rapat berkala, rapat koordinasi (antar pengelola sekolah, dan dengan komite sekolah/orang tua peserta didik/masyarakat), maupun rapat yang sifatnya mendesak (sepontan). Rapat mempunyai tujuan untuk :
1.      Memberikan petunjuk pelaksanaan tugas;
2.      Pemantauan pelaksanaan tugas
3.      Pembinaan tenaga guru dan tenaga kependidikan (peningkatan kemampuan kerja, semangat dan gaerah kerja);
4.      Mengevaluasi pelaksanaan pekerjaan;
5.      Berbagi ilmu atau pengalaman;
6.      Membahas usul atau saran yang relevan;
7.      Menyampaikan informasi;
8.      Tindak lanjut hasil pengawasan atau evaluasi pelaksanaan tugas.
Motivasi diakui berperan sangat penting untuk meningkatkan prestasi kerja. Motivasi adalah energi yang mendorong orang untuk melakukan aktivitas, baik untuk tujuan pemenuhan kebutuhan fisiologi, rasa aman, pengakuan sosial, penghargaan mapun realisasi diri. Jadi motivasi bisa muncul karena faktor dalam maupun faktor luar. Hal ini akan sangat tergantung pada bagaimana pandangan orang terhadap kerja itu sendiri. Kerja bisa mempunyai fungsi sebagai berikut :
1.      Fungsi instrumental (ekonomis), yaitu bekerja untuk memperoleh penghasilan agar bisa hidup secara layak sesuai dengan harkat dan martabat manusia (bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja).
2.      Fungsi sosial, yaitu bekerja untuk melakukan interaksi dan komunikasi sesama manusia serta sebagai pengabdian pada masyarakat, terutama yang patut dilayani.
3.      Fungsi psikologis, yaitu bekerja untuk realisasi atau aktualisasi terhadap potensi yang dimiliki sebagai anugrah Allah.
4.      Fungsi religius, yaitu bekerja sebagai panggilan dan pengabdian pada Allah.
Terhadap manusia sebenarnya berlaku hukum kerja atau wajib kerja. Bukankah manusia adalah hasil dari suatu kerja ? Oleh karena itu bertentangan dengan kodratnya, apabila manusia malas bekerja atau tidak mau bekerja. Dengan lain pekataan bekerja adalah tuntutan kodrat manusia. Justru melalui kerja ini, manusia mengekspresikan keberadaannya. Jadi kerja itu adalah mulia sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan setiap orang. Bukankah aneka ragam jenis dan tingkatan pekerjaan memang diperlukan oleh masyarakat ? Oleh karena itu, pada dasarnya manusia saling melayani satu sama lain demi kepentingan bersama dalam kehidupan masyarakat. Inilah yang semestinya melahirkan etos kerja.
Apabila orang memandang kerja itu sebagai suatu realisasi diri, pengabdian dan panggilan hidup, maka ia akan menyenangi pekerjaan itu, sehingga senantiasa berusaha mencurahkan tenaga, pikiran dan perasaan untuk menyelesaikan pekerjaan itu secara bertanggung jawab agar dicapai hasil kerja yang bermutu. Mana kala orang menyenangi pekerjaan, maka yang berat akan terasa ringan, dan sebaliknya bila mana orang kurang menyenangi, apalagi membenci pekerjaan, maka yang ringan akan terasa berat. Akibatnya bisa jadi orang itu akan mengeluh, bekerja asal-asalan, malas, kecewa atau putus asa. Begitu pula orang yang bekerja dengan pamerih semata, mungkin akan menghalalkan segala cara untuk mencapai hasil sehingga merugikan organisasi dan orang lain. Orang yang demikian bisa juga menjadi kecewa atau putus asa, apabila hasil yang semula diharap-harap tidak tercapai. Adakalanya juga orang amat mengedepankan hak, tetapi melalaikan atau melupakan kewajiban. Sementara ada pula orang yang mau bekerja, kalau sudah jelas imbalannya dan menghindar atau menolak pekerjaan yang dianggap kurang menguntungkan baginya. Sayangnya tipe orang seperti ini biasanya lebih banyak dari pada tipe yang pertama tadi. Mereka inilah yang harus terus-menerus dimotivasi, dan kalau perlu dikenakan sanksi.
Dalam rangka memberikan motivasi, pimpinan sekolah (kepala sekolah) hendaknya mampu menerapkan pemberian reward and punishment bagi yang membutuhkan. Pemberian motivasi kerja, berupa reward, berdasarkan kepada kemampuan sekolah, jenis tugas dan hasil kerja, serta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Serta pemberian punishment disesuaikan dengan bentuk norma-norma yang dilanggar.
Apabila budaya kerja dan partisipasi aktif aparat atau warga sekolah dapat terbentuk dan terlaksana dengan baik, yang orientasi utamanya adalah melaksanakan dan menyukseskan proses pembelajaran, maka peran serta aktif siswa dalam manajemen sekolah akan ikut terdongkrak dan terlibat langsung di dalamnya. Seiring dengan pelaksanaan budaya kerja dan partisipasi aktif warga sekolah, pihak sekolah juga hendaknya berusaha untuk mendorong partisipasi masyarakat, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan keadaan sosial budaya dan sosial ekonomi masyarakat setempat, sehingga terdapat jalinan dan suasana yang harmonis antara sekolah dan masyarakat.
Dalam rangka memberi jaminan terhadap transparansi dan akuntabilitas, pihak sekolah harus memberikan layanan informasi manajemen atau sistem informasi manajemen (SIM) sekolah, terutama terkait tentang pelaksanaan proses pembelajaran, laporan hasil belajar dan manajemen keuangan, dengan mempertimbangkan keefektifan dan keefesienan. Informasi manajemen diupayakan melalui penyediaan papan informasi untuk memudahkan warga sekolah membacanya, pengiriman hasil perkembangan nilai peserta didik secara langsung kepada orang tua/wali murid (selain raport), mengupayakan tersedianya fasilitas internet untuk memudahkan pengaksesan informasi, dan lain-lainnya.
Dengan praktek kepemimpinan di atas, dapat menciptakan suasana kerja yang kondusif, penuh rasa tanggung jawab, dan penuh rasa kekeluargaan (harmonis) untuk memperoleh hasil kerja atau prestasi yang ideal, sesuai dengan yang telah ditetapkan, yang menjadi cita-cita bersama warga sekolah.

BAHAN BACAAN :

1.      Dr. Syaiful Sagala, M.Pd. : Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat Strategi Memenangkan Persaingan Mutu. Penerbit PT. Rakastra Samasta, Jakarta, 2005.
2.      Panduan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta 2004.
3.      Panduan Manajemen Berbasis Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2006.
4.      Peraturan Pemerintah Tentang PNS, Penerbit Citra Umbara, Bandung, 2006.
5.      Prof. Dr. Oemar Hamalik : Proses Belajar Mengajar. Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2003.
Sekolah merupakan organisasi (institusi) pelaksana teknis penyelenggaraan pendidikan, yang jati dirinya akan tebentuk oleh budaya kerja. Bentuk budaya kerja yang tumbuh dan berkembang di sekolah, dipengaruhi oleh pola dan gaya kepemimpinan yang ada di dalamnya, yang sekaligus merupakan bagian dari budaya kerja itu sendiri. Dengan demikian hidup atau matinya suatu sekolah akan sangat ditentukan oleh budaya kerja manusia di dalamnya.
Sesuai dengan semangat manajemen berbasis sekolah (MBS), yang mempersyaratkan adanya partisipasi, fleksibilitas dan keterbukaan (transparansi dan akuntabilitas), maka budaya sekolah bukan berkiblat kepada kekuasaan pribadi, tetapi pada struktur dan fungsi sekolah. Dalam hal ini kepala sekolah sebagai pemimpin tertinggi di sekolah,  dituntut untuk tidak bekerja sendiri, tetapi mendelegasikan sebagian tugasnya kepada aparat yang lain dengan membentuk team work, yang dituntut harus kompak, cerdas dan dinamis. Sehingga diharapkan adanya jaminan keluwesan struktur dan penyelesaian tugas yang diemban. Untuk menuju ke arah itu, harus diatur dan dimantapkan pembagian tugas secara jelas dan tegas. Sehingga semua warga sekolah dapat berpartisipasi aktif sesuai dengan tugasnya masing-masing dan harus ditopang oleh adanya kemauan yang kuat untuk melaksanakan tugas yang diemban.
Pada hakekatnya praktek kepemimpinan terletak pada pengambilan keputusan terhadap berbagai kebijakan dan masalah yang dihadapi. Bagaimana antisipasi, persepsi dan cara pengambilan keputusan pimpinan akan mewarnai jalannya organisasi, termasuk di dalamnya apakah pengambilan keputusan itu cepat dan tepat. Untuk memenuhi kreteria itu, diterapkan pola kepemimpinan konsultatif dan partisipatif (demokratis). Hal ini mempersyaratkan bahwa keputusan pimpinan  senantiasa didasarkan atas persetujuan dari mitra kerja di dalamnya (guru, pegawai, komite sekolah, orangtua peserta didik), dengan tetap berpegang atau berpedoman pada peraturan perundang-undangan yang berlaku, petunjuk pelaksanaan dan kebijakan tertulis dari atasan, dan kearifan (wisdom) bersumber pada Pancasila dan agama (Islam). Tidak semua hal diatur secara tegas dalam peraturan perundang-undangan, petunjuk pelaksanaan atau kebijakan tertulis dari atasan. Untuk mencapai itu, diperlukan adanya keputusan rapat, bahkan ada kalanya berdasarkan kesepakatan di antara pengelola sekolah. Dalam hal ini diperlukan adanya kearifan (wisdom) untuk menimbang-nimbang keputusan mana yang akan diambil. Dalam rangka mengarah ke hal itu, diatur wadahnya melalui mekanisme atau jalur (layanan) informasi dan komunikasi.
Praktek kepemimpin di sekolah diarahkan tidak lain untuk mencapai tugas pokok sekolah itu sendiri. Tugas pokok sekolah adalah menyelenggarakan proses pembelajaran yang efektif dan efesien untuk mencapai mutu pendidikan yang berkualitas, sesuai dengan tujuan pendidikan yang telah ditetapkan. Keberhasilan dalam melaksanakan tugas tersebut, sangat tergantung pada guru di sekolah, yang merupakan pelaksana utama dalam proses pembelajaran. Untuk itu, pimpinan dituntut untuk mambu menumbuhkan kesadaran kepada guru tentang tugasnya, bahwa tugas guru tidak hanya mengajar, tetapi juga mendidik dan membimbing. Oleh karena itu, guru perlu terus dibimbing dan dimotivasi  untuk dapat secara berkesinambungan mengarahkan dan menekatkan sifat (proses) pembelajaran pada pemberdayaan peserta didik. Dimana guru dituntut untuk menggunakan strategi/metode/teknik pembelajaran yang pro-perubahan, yaitu yang mampu menumbuhkan dan mengembangkan daya kreasi, inovasi dan eksperimentasi peserta didik untuk menemukan kemungkinan-kemungkinan baru, misalnya dengan menggunakan pendekatan Contextual Teaching and Learning (CTL) dan lain-lainnya. Dalam rangka pelaksanaan tugas dan fungsi guru dengan baik dalam proses pembelajaran, pemimpin sekolah (kepala sekolah) harus memperhatikan  peningkatan kompetensi guru, disamping peningkatan kompetensinya sendiri. Sehingga guru mampu memelihara ilmunya dan mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi mutahir.
Proses pembelajaran dan penyelenggaran pendidikan secara umum akan berjalan dengan efektif, apabila didukung oleh pelaksanaan atau penegakan hukum. Bagi orang Islam yang taat, melaksanakan hukum adalah suatu kewajiban. Sebab hukum diadakan untuk menjamin ketertiban dan keteraturan demi kepentingan bersama, dan merupakan syarat mutelak untuk kesejahteraan dan kedamaian. Apabila hukum tidak ditegakkan, maka yang terjadi adalah suatu anomie, di mana norma-norma menjadi kabur, bahkan mungkin akan terjadi suatu kekacaauan (chaos) atau ketidakteraturan (disoder), bukan keteraturan (cosmos) dan ketertiban (order). Jika alam mempunyai keteraturan dan ketertiban, maka dalam kehidupan manusia dengan semua pranata sosialnya, semestinya juga mempunyai keteraturan dan ketertiban. Untuk memberi jaminan penegakan hukum, maka pimpinan sekolah secara partisipatif bersama warga sekolah lainnya, menyusun dan menyempurnakan tata tertib guru, pegawai dan siswa (peraturan akademik dan kode etik) sesuai dengan kebutuhan. Dalam hubungannya dengan ini, pimpinan sekolah seyogyanya mampu mengajak semua elemen warga sekolah untuk merenungkan dan menghayati beberapa pokok pikiran berikut ini :
1.      Sejauh mana komitmen untuk melaksanakan tugas mulia sebagai pengelola sekolah (pimpinan), guru dan pegawai;
2.      Semua guru dan pegawai, termasuk di dalamnya yang terlibat selaku pimpinan sekolah pada mulanya adalah melamar pekerjaan, yang berarti bersedia dan mengikat diri untuk melaksanakan pekerjaan sesuai dengan bidang tugasnya masing-masing. Hal ini berlaku juga bagi guru atau pegawai tidak tetap (GTT/PTT);
3.      Kewajiban harus dilaksanakan lebih dahulu, baru diikuti oleh hak, bukan sebaliknya;
4.      Setiap organisasi atau instansi, lebih-lebih organisasi pemerintahan diatur oleh seperangkat norma hukum, demi tercapainya tujuan organisasi itu;
5.      Penegakan norma hukum, memerlukan dukungan norma moral dari pelaksananya;
6.      Pembinaan kepegawaian di Indonesia, khususnya PNS didasarkan atas kombinasi antara sistem karir dan sistem prestasi;
7.      Pelanggaran terhadap aturan kepegawaian bisa dikenakan sanksi sesuai undang-undang dan peraturan pemerintah tentang PNS dan tenaga bantu/kontrak, serta peraturan sekolah tentang tenaga guru dan pegawai tidak tetap (GTT/PTT);
8.      Apa yang menjadi kewajiban dan hak PNS/GT/PT, guru/pegawai bantu/kontrak dan guru/pegawai tidak tetap (GTT/PTT) ?;
9.      Apa fungsi atasan dan bawahan ?;
10.  Apa yang menjadi tugas Kepala Sekolah, Wakil Kepala Sekolah, Urusan-urusan, KTU dan para pengelola/pembina kegiatan ?;
11.  Apakah kita telah memenuhi ketentuan disiplin kerja (kehadiran, izin, sakit, absen, cuti dan tugas dinas lainnya) ?.
Perenungan dan penghayatan terhadap pokok-pokok pikiran di atas, yang dilakukan secara positif akan mendatangkan inspirasi positif, yang akan membawa dan mengantarkan kita kepada perbuatan/pelaksanaan kegiatan yang positif pula.
Agar keputusan bisa berjalan sebagaimana diharapkan diperlukan adanya komunikasi dan motivasi. Kedua hal ini sangat menentukan keberhasilan pencapaian tujuan. Dalam era informasi dewasa ini, informasi begitu deras dari seluruh penjuru dengan berbagai media, dan dalam intraksi sosial informasi cepat menyebar dari mulut ke mulut, dari orang ke orang lain, dari  suatu kelompok ke kelompok yang lain. Sering kali terjadi arus atau penyampaian  informasi itu tidak sampai secara utuh, bahkan ada kalanya berkembang isu-isu yang tidak proporsional, sehingga mudah terjadi distorsi dan kesimpulan yang tidak tepat.
Untuk menghindari penyampaian informasi yang tidak utuh dan dalam rangka membagi informasi ke semua warga sekolah, perlu diatur jalur informasi dan komunikasi di sekolah. Jalur informasi dan komunikasi dikemas dalam forum pertemuan atau rapat, baik rapat rutin, rapat berkala, rapat koordinasi (antar pengelola sekolah, dan dengan komite sekolah/orang tua peserta didik/masyarakat), maupun rapat yang sifatnya mendesak (sepontan). Rapat mempunyai tujuan untuk :
1.      Memberikan petunjuk pelaksanaan tugas;
2.      Pemantauan pelaksanaan tugas
3.      Pembinaan tenaga guru dan tenaga kependidikan (peningkatan kemampuan kerja, semangat dan gaerah kerja);
4.      Mengevaluasi pelaksanaan pekerjaan;
5.      Berbagi ilmu atau pengalaman;
6.      Membahas usul atau saran yang relevan;
7.      Menyampaikan informasi;
8.      Tindak lanjut hasil pengawasan atau evaluasi pelaksanaan tugas.
Motivasi diakui berperan sangat penting untuk meningkatkan prestasi kerja. Motivasi adalah energi yang mendorong orang untuk melakukan aktivitas, baik untuk tujuan pemenuhan kebutuhan fisiologi, rasa aman, pengakuan sosial, penghargaan mapun realisasi diri. Jadi motivasi bisa muncul karena faktor dalam maupun faktor luar. Hal ini akan sangat tergantung pada bagaimana pandangan orang terhadap kerja itu sendiri. Kerja bisa mempunyai fungsi sebagai berikut :
1.      Fungsi instrumental (ekonomis), yaitu bekerja untuk memperoleh penghasilan agar bisa hidup secara layak sesuai dengan harkat dan martabat manusia (bekerja untuk hidup, bukan hidup untuk bekerja).
2.      Fungsi sosial, yaitu bekerja untuk melakukan interaksi dan komunikasi sesama manusia serta sebagai pengabdian pada masyarakat, terutama yang patut dilayani.
3.      Fungsi psikologis, yaitu bekerja untuk realisasi atau aktualisasi terhadap potensi yang dimiliki sebagai anugrah Allah.
4.      Fungsi religius, yaitu bekerja sebagai panggilan dan pengabdian pada Allah.
Terhadap manusia sebenarnya berlaku hukum kerja atau wajib kerja. Bukankah manusia adalah hasil dari suatu kerja ? Oleh karena itu bertentangan dengan kodratnya, apabila manusia malas bekerja atau tidak mau bekerja. Dengan lain pekataan bekerja adalah tuntutan kodrat manusia. Justru melalui kerja ini, manusia mengekspresikan keberadaannya. Jadi kerja itu adalah mulia sesuai dengan bakat, minat dan kemampuan setiap orang. Bukankah aneka ragam jenis dan tingkatan pekerjaan memang diperlukan oleh masyarakat ? Oleh karena itu, pada dasarnya manusia saling melayani satu sama lain demi kepentingan bersama dalam kehidupan masyarakat. Inilah yang semestinya melahirkan etos kerja.
Apabila orang memandang kerja itu sebagai suatu realisasi diri, pengabdian dan panggilan hidup, maka ia akan menyenangi pekerjaan itu, sehingga senantiasa berusaha mencurahkan tenaga, pikiran dan perasaan untuk menyelesaikan pekerjaan itu secara bertanggung jawab agar dicapai hasil kerja yang bermutu. Mana kala orang menyenangi pekerjaan, maka yang berat akan terasa ringan, dan sebaliknya bila mana orang kurang menyenangi, apalagi membenci pekerjaan, maka yang ringan akan terasa berat. Akibatnya bisa jadi orang itu akan mengeluh, bekerja asal-asalan, malas, kecewa atau putus asa. Begitu pula orang yang bekerja dengan pamerih semata, mungkin akan menghalalkan segala cara untuk mencapai hasil sehingga merugikan organisasi dan orang lain. Orang yang demikian bisa juga menjadi kecewa atau putus asa, apabila hasil yang semula diharap-harap tidak tercapai. Adakalanya juga orang amat mengedepankan hak, tetapi melalaikan atau melupakan kewajiban. Sementara ada pula orang yang mau bekerja, kalau sudah jelas imbalannya dan menghindar atau menolak pekerjaan yang dianggap kurang menguntungkan baginya. Sayangnya tipe orang seperti ini biasanya lebih banyak dari pada tipe yang pertama tadi. Mereka inilah yang harus terus-menerus dimotivasi, dan kalau perlu dikenakan sanksi.
Dalam rangka memberikan motivasi, pimpinan sekolah (kepala sekolah) hendaknya mampu menerapkan pemberian reward and punishment bagi yang membutuhkan. Pemberian motivasi kerja, berupa reward, berdasarkan kepada kemampuan sekolah, jenis tugas dan hasil kerja, serta peraturan-peraturan pelaksanaannya. Serta pemberian punishment disesuaikan dengan bentuk norma-norma yang dilanggar.
Apabila budaya kerja dan partisipasi aktif aparat atau warga sekolah dapat terbentuk dan terlaksana dengan baik, yang orientasi utamanya adalah melaksanakan dan menyukseskan proses pembelajaran, maka peran serta aktif siswa dalam manajemen sekolah akan ikut terdongkrak dan terlibat langsung di dalamnya. Seiring dengan pelaksanaan budaya kerja dan partisipasi aktif warga sekolah, pihak sekolah juga hendaknya berusaha untuk mendorong partisipasi masyarakat, dengan memperhatikan dan mempertimbangkan keadaan sosial budaya dan sosial ekonomi masyarakat setempat, sehingga terdapat jalinan dan suasana yang harmonis antara sekolah dan masyarakat.
Dalam rangka memberi jaminan terhadap transparansi dan akuntabilitas, pihak sekolah harus memberikan layanan informasi manajemen atau sistem informasi manajemen (SIM) sekolah, terutama terkait tentang pelaksanaan proses pembelajaran, laporan hasil belajar dan manajemen keuangan, dengan mempertimbangkan keefektifan dan keefesienan. Informasi manajemen diupayakan melalui penyediaan papan informasi untuk memudahkan warga sekolah membacanya, pengiriman hasil perkembangan nilai peserta didik secara langsung kepada orang tua/wali murid (selain raport), mengupayakan tersedianya fasilitas internet untuk memudahkan pengaksesan informasi, dan lain-lainnya.
Dengan praktek kepemimpinan di atas, dapat menciptakan suasana kerja yang kondusif, penuh rasa tanggung jawab, dan penuh rasa kekeluargaan (harmonis) untuk memperoleh hasil kerja atau prestasi yang ideal, sesuai dengan yang telah ditetapkan, yang menjadi cita-cita bersama warga sekolah.

BAHAN BACAAN :

1.      Dr. Syaiful Sagala, M.Pd. : Manajemen Berbasis Sekolah dan Masyarakat Strategi Memenangkan Persaingan Mutu. Penerbit PT. Rakastra Samasta, Jakarta, 2005.
2.      Panduan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Jakarta 2004.
3.      Panduan Manajemen Berbasis Sekolah, Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2006.
4.      Peraturan Pemerintah Tentang PNS, Penerbit Citra Umbara, Bandung, 2006.
5.      Prof. Dr. Oemar Hamalik : Proses Belajar Mengajar. Penerbit PT. Bumi Aksara, Jakarta, 2003.