Hari
ini, 8 Mei 2013 muncul berita di Radar Lombok. Pengurus cabang (PC) PGRI se
Lombok Timur mengeluarkan komitmen politik untuk mendukung salah satu pasangan
cagub dan cawagub, serta cabub dan cawabub. Komitmen tersebut diwujudkan dalam
bentuk surat pernyataan sikap yang ditandatangani oleh ketua PC PGRI se Lotim,
dan dimuat di halaman belakang (halaman 12) koran Radar Lombok.
Keputusan
PC PGRI itu patut dipertanyakan. PGRI merupakan organisasi profesi, bukan
organisasi politik. Aneh bin ajaib kalau kemudian ketua PC PGRI se Lombok
Timur, yang mewakili guru-guru di kabupaten ini, mengeluarkan komitmen seperti
itu. Kalau PGRI bertindak seperti ini, maka pertanyaan besarnya adalah : “Ada
apa di balik komitmen PC PGRI ?”
Sebagai
organisasi profesi, ketua PC PGRI seharusnya memfokuskan diri dan membawa
organisasi untuk dapat pengembangan profesi guru, termasuk di dalamnya
memperjuangkan nasib guru secara optimal dan profesional melalui iuran anggota
yang mereka telah pungut. Bukan sebaliknya mereka menjadikan PGRI sebagai
organisasi politik.
Sebagai
bagian dari masyarakat, guru memiliki hak politik sendiri untuk menentukan
pilihan. Mereka mau memilih pasangan calon yang mana, teserah kepada pribadi
masing-masing. Hak pilih itu tidak perlu dikoordinir dan diarahkan ke salah
satu pasangan calon. Mengingat akan hal ini, maka sesungguhnya PC PGRI se
Lombok Timur telah mengebiri hak guru, dan melupakan tugas mulianya untuk
mengembangkan profesi guru secara profesional.
“KOMITMEN PC PGRI SE LOMBOK TIMUR DI ATAS, LAYAK
DIGAGAT DAN TIDAK PERLU DIINDAHKAN OLEH GURU-GURU DI LOMBOK TIMUR !”
Hari
ini, 8 Mei 2013 muncul berita di Radar Lombok. Pengurus cabang (PC) PGRI se
Lombok Timur mengeluarkan komitmen politik untuk mendukung salah satu pasangan
cagub dan cawagub, serta cabub dan cawabub. Komitmen tersebut diwujudkan dalam
bentuk surat pernyataan sikap yang ditandatangani oleh ketua PC PGRI se Lotim,
dan dimuat di halaman belakang (halaman 12) koran Radar Lombok.
Keputusan
PC PGRI itu patut dipertanyakan. PGRI merupakan organisasi profesi, bukan
organisasi politik. Aneh bin ajaib kalau kemudian ketua PC PGRI se Lombok
Timur, yang mewakili guru-guru di kabupaten ini, mengeluarkan komitmen seperti
itu. Kalau PGRI bertindak seperti ini, maka pertanyaan besarnya adalah : “Ada
apa di balik komitmen PC PGRI ?”
Sebagai
organisasi profesi, ketua PC PGRI seharusnya memfokuskan diri dan membawa
organisasi untuk dapat pengembangan profesi guru, termasuk di dalamnya
memperjuangkan nasib guru secara optimal dan profesional melalui iuran anggota
yang mereka telah pungut. Bukan sebaliknya mereka menjadikan PGRI sebagai
organisasi politik.
Sebagai
bagian dari masyarakat, guru memiliki hak politik sendiri untuk menentukan
pilihan. Mereka mau memilih pasangan calon yang mana, teserah kepada pribadi
masing-masing. Hak pilih itu tidak perlu dikoordinir dan diarahkan ke salah
satu pasangan calon. Mengingat akan hal ini, maka sesungguhnya PC PGRI se
Lombok Timur telah mengebiri hak guru, dan melupakan tugas mulianya untuk
mengembangkan profesi guru secara profesional.
Saudara turmizi, saya baru membaca komentar anda tentang komitmen pc pgri lotim menjelang pilkada beberapa waktu yang lalu, yg brisi tegas untuk tidak terpengaruh oleh ajakan pc pgri tersebut, but alhasil sekarang kalau tidak salah anda sedang menikmati hasilnya, saya tidak tahu apakah anda menikmati jabatan anda yang sekarang melalui pgri atau dari mana saya tidak tahu, tapi mungkin buah hasil krja keras saudara di jerowaru??? Ooooo tapi kalau tidak salah anda kalah atau menang di sana yaaaaa?????
BalasHapus