Jumat, 25 November 2011

Belajar tentang Perbedaan dari Facebook



Indonesia merupakan negara kepulauan dengan beraneka ragam suku, agama dan budaya. Keanekaragaman itu merupakan anugerah yang luar biasa dan patut disyukuri. Keanekaragaman itu telah melahirkan suatu pandangan yang fundamental, yang dituangkan dalam konsep bhineka tunggal ika. Kenyataan dan konsepsi keanekaragaman itu telah mengantarkan Indonesia menjadi negara yang dikenal dan dihargai dunia internasional.


Namun demikian, keanekaragaman itu sekaligus menjadi potensi konflik dan bisa melahirkan pandangan atau pemikiran yang mengantarkan anak negeri terlibat dalam diskusi atau debat dalam berbagai forum. Salah satu forum diskusi itu adalah media jejaring sosial facebook. Isu-isu SARA yang diangkat di jejaring sosial itu, begitu cepat menyebar luas dan menjadi topik diskusi yang berkepanjangan. Misalnya saja tentang isu penghinaan suatu agama, konflik berbau SARA di suatu daerah, humor yang mengangkat topik masalah kewanitaan sampai dengan topik tentang berpakaian rok mini. Isu-isu ini selalu mendapat komentar dari banyak orang dengan sudut pandang yang sama maupun berbeda. Dalam diskusi tersebut tidak jarang pihak-pihak yang terlibat di dalamnya mempertahankan argumentasinya sebagai suatu yang paling benar. Terlihat atau tersurat pula adanya pihak-pihak yang membuat status dan memberikan komentar dengan mendiskriditkan orang lain, dengan bahasa yang menghujam dan menyinggung perasaan.


Tentu kita sependapat bahwa isu-isu sensitif itu melanggar nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat dan agama. Tetapi membuat status, serta memberikan tanggapan, komentar dan penyikapan dengan cara memaksakan kehendak, mengedepankan emosi dan memandang orang lain lebih rendah dari kita, merupakan hal yang patut menjadi renungan dan pertanyaan. Bisa jadi apa yang kita sampaikan telah berdasarkan dalil-dalil dan argumentasi yang kuat atau benar. Tetapi apabila cara penyampaiannya tidak mengedepankan etika dan berkepala dingin, maka komentar tersebut menjadi kehilangan makna. Bahkan sebaliknya akan menimbulkan rasa benci, permusuhan, dan dendam berkepanjangan yang bisa saja meluas ke ranah masyarakat awam dan dapat menimbulkan persoalan baru yang lebih besar dan kompleks. Bahkan sikap tidak bisa menerima perbedaan akan berdampak negatif pula dalam pergaulan internasional, karena jejaring sosial fecebook melalui dunia maya dan menyebar keseluruh penjuru dunia. Oleh karena itu, negara kita dapat dinilai sebagai negara yang tidak demokratis dan tidak aman. Ini akan merugikan kita secara keseluruhan.


Pertanyaan yang mungkin perlu kita renungkan adalah apakah kepribadian atau sikap kita telah sesuai dengan isi status, tanggapan atau komentar yang kita sampaikan ? Tidakkah mengedepankan etika sopan santun merupakan hal yang diajarkan dalam agama dan budaya kita ? Tidakkah perbedaan merupakan rahmat yang harus disikapi dengan bijak ? Tidakkah kita telah sepat bahwa Pancasila adalah dasar negara ? Tidakkah manusia itu sumber kesalahan dan kesempunaan itu hanya milik Tuhan ?.
Diskusi tentang isu-isu sensitif melalui media jejaring sosial bisa dijadikan sumber pembelajaran yang berharga bagi kita semua tentang makna suatu perbedaan, yang selanjutnya dapat kita jadikan pedoman dalam menjalani kehidupan. Introspeksi diri dan pengenalan diri sendiri tentang sejauh mana kita telah melaksanakan kehidupan berdasarkan ajaran-ajaran agama dan nilai-nilai yang ada, merupakan langkah awal yang terbaik sebelum merumuskan suatu status, serta memberikan suatu tindakan dan komentar atas suatu status di jejaring sosial facebook. Penyampaian sebuah status dan komentar dengan kaedah-kaedah yang sesuai dengan ajaran-ajaran agama atau norma-norma dalam masyarakat, merupakan nikmat tersendiri dan menyejukkan bagi orang atau kelompok lain serta tidak menimbulkan permasalahan baru yang tidak perlu terjadi. Sikap seperti ini akan mengantarkan kita ke arah menerima perbedaan sebagai suatu rahmat. Bangsa Indonesia sudah ditakdirkan untuk memiliki keragaman, dan tidak bisa memaksakan kehendak bahwa yang berbeda dengan kita harus mengikuti selera yang kita inginkan. Oleh karena itu, konsep bhineka tunggal ika dan Pancasila yang telah dihasilkan oleh pendahulu bangsa, harus dijunjung tinggi untuk menciptakan kedamaian dan keindahan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam pergaulan kehidupan itu tentu kita bisa berbuat kesalahan, karena sifat manusia merupakan sumber kehilafan. Meluruskan yang salah dengan cara yang beretika dan bijaksana merupakan kewajiban kita semua, serta meminta dan memberikan maaf merupakan sesuatu yang tidak merendahkan derajad kemanusiaan. Kesempurnaan hanya milik Allah (Tuhan Yang Maha Esa) dan mengetahui segala tingkah laku kita. Setiap pribadi (individu) akan kembali kepada-Nya dengan membawa amal baik atau sebaliknya, yang merupakan hasil produk perbuatannya di dunia. Atas itu semua setiap orang akan menerima ganjaran atau balasannya, berupa kenikmatan di surga atau siksaan di neraka. Dua pilihan kehidupan di akherat yang sudah nyata dan pasti diperoleh oleh setiap individu, yang telah diatur ketentuannya dalam agama masing-masing.


Indonesia merupakan negara kepulauan dengan beraneka ragam suku, agama dan budaya. Keanekaragaman itu merupakan anugerah yang luar biasa dan patut disyukuri. Keanekaragaman itu telah melahirkan suatu pandangan yang fundamental, yang dituangkan dalam konsep bhineka tunggal ika. Kenyataan dan konsepsi keanekaragaman itu telah mengantarkan Indonesia menjadi negara yang dikenal dan dihargai dunia internasional.


Namun demikian, keanekaragaman itu sekaligus menjadi potensi konflik dan bisa melahirkan pandangan atau pemikiran yang mengantarkan anak negeri terlibat dalam diskusi atau debat dalam berbagai forum. Salah satu forum diskusi itu adalah media jejaring sosial facebook. Isu-isu SARA yang diangkat di jejaring sosial itu, begitu cepat menyebar luas dan menjadi topik diskusi yang berkepanjangan. Misalnya saja tentang isu penghinaan suatu agama, konflik berbau SARA di suatu daerah, humor yang mengangkat topik masalah kewanitaan sampai dengan topik tentang berpakaian rok mini. Isu-isu ini selalu mendapat komentar dari banyak orang dengan sudut pandang yang sama maupun berbeda. Dalam diskusi tersebut tidak jarang pihak-pihak yang terlibat di dalamnya mempertahankan argumentasinya sebagai suatu yang paling benar. Terlihat atau tersurat pula adanya pihak-pihak yang membuat status dan memberikan komentar dengan mendiskriditkan orang lain, dengan bahasa yang menghujam dan menyinggung perasaan.


Tentu kita sependapat bahwa isu-isu sensitif itu melanggar nilai-nilai atau norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat dan agama. Tetapi membuat status, serta memberikan tanggapan, komentar dan penyikapan dengan cara memaksakan kehendak, mengedepankan emosi dan memandang orang lain lebih rendah dari kita, merupakan hal yang patut menjadi renungan dan pertanyaan. Bisa jadi apa yang kita sampaikan telah berdasarkan dalil-dalil dan argumentasi yang kuat atau benar. Tetapi apabila cara penyampaiannya tidak mengedepankan etika dan berkepala dingin, maka komentar tersebut menjadi kehilangan makna. Bahkan sebaliknya akan menimbulkan rasa benci, permusuhan, dan dendam berkepanjangan yang bisa saja meluas ke ranah masyarakat awam dan dapat menimbulkan persoalan baru yang lebih besar dan kompleks. Bahkan sikap tidak bisa menerima perbedaan akan berdampak negatif pula dalam pergaulan internasional, karena jejaring sosial fecebook melalui dunia maya dan menyebar keseluruh penjuru dunia. Oleh karena itu, negara kita dapat dinilai sebagai negara yang tidak demokratis dan tidak aman. Ini akan merugikan kita secara keseluruhan.


Pertanyaan yang mungkin perlu kita renungkan adalah apakah kepribadian atau sikap kita telah sesuai dengan isi status, tanggapan atau komentar yang kita sampaikan ? Tidakkah mengedepankan etika sopan santun merupakan hal yang diajarkan dalam agama dan budaya kita ? Tidakkah perbedaan merupakan rahmat yang harus disikapi dengan bijak ? Tidakkah kita telah sepat bahwa Pancasila adalah dasar negara ? Tidakkah manusia itu sumber kesalahan dan kesempunaan itu hanya milik Tuhan ?.
Diskusi tentang isu-isu sensitif melalui media jejaring sosial bisa dijadikan sumber pembelajaran yang berharga bagi kita semua tentang makna suatu perbedaan, yang selanjutnya dapat kita jadikan pedoman dalam menjalani kehidupan. Introspeksi diri dan pengenalan diri sendiri tentang sejauh mana kita telah melaksanakan kehidupan berdasarkan ajaran-ajaran agama dan nilai-nilai yang ada, merupakan langkah awal yang terbaik sebelum merumuskan suatu status, serta memberikan suatu tindakan dan komentar atas suatu status di jejaring sosial facebook. Penyampaian sebuah status dan komentar dengan kaedah-kaedah yang sesuai dengan ajaran-ajaran agama atau norma-norma dalam masyarakat, merupakan nikmat tersendiri dan menyejukkan bagi orang atau kelompok lain serta tidak menimbulkan permasalahan baru yang tidak perlu terjadi. Sikap seperti ini akan mengantarkan kita ke arah menerima perbedaan sebagai suatu rahmat. Bangsa Indonesia sudah ditakdirkan untuk memiliki keragaman, dan tidak bisa memaksakan kehendak bahwa yang berbeda dengan kita harus mengikuti selera yang kita inginkan. Oleh karena itu, konsep bhineka tunggal ika dan Pancasila yang telah dihasilkan oleh pendahulu bangsa, harus dijunjung tinggi untuk menciptakan kedamaian dan keindahan hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Dalam pergaulan kehidupan itu tentu kita bisa berbuat kesalahan, karena sifat manusia merupakan sumber kehilafan. Meluruskan yang salah dengan cara yang beretika dan bijaksana merupakan kewajiban kita semua, serta meminta dan memberikan maaf merupakan sesuatu yang tidak merendahkan derajad kemanusiaan. Kesempurnaan hanya milik Allah (Tuhan Yang Maha Esa) dan mengetahui segala tingkah laku kita. Setiap pribadi (individu) akan kembali kepada-Nya dengan membawa amal baik atau sebaliknya, yang merupakan hasil produk perbuatannya di dunia. Atas itu semua setiap orang akan menerima ganjaran atau balasannya, berupa kenikmatan di surga atau siksaan di neraka. Dua pilihan kehidupan di akherat yang sudah nyata dan pasti diperoleh oleh setiap individu, yang telah diatur ketentuannya dalam agama masing-masing.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan masukan komentar Anda, tapi pergunakan bahasa yang sopan dan jangan tinggalkan spam.