Minggu, 17 Februari 2013

Mungkinkah PNS Netral dalam Pemilukada?






Pemilukada Provinsi NTB akan dilaksanakan pada tanggal 13 Mei 2013. Bersamaan dengan itu juga akan digelar pemilukada di Kabupaten Lombok Timur dan Kota Bima. Saat ini para pasangan balon Gubernur dan Wakil Gubernur, balon Bupati/Wali Kota dan Wakil Bupati/Wakil Wali Kota sudah mendaftarkan diri ke KPU provinsi atau kabupaten/kota. Seiring dengan itu, perbincangan atau diskusi tentang pemilukada semakin meluas di lingkungan masyarakat dan media massa. Figur pasangan balon, isu-isu yang diangkat oleh balon dan tim suksesnya, dan aturan-aturan dalam pemilukada, menjadi topik hangat dalam perbincangan mereka.

Salah satu aturan dalam pemilu atau pemilukada yang disoroti media massa adalah Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin PNS, terutama isi yang terdapat pada pasal 4. Pasal ini berisi tentang larangan terhadap PNS untuk memberikan dukungan kepada salah satu pasangan calon. Bagi yang melanggar bisa diancam hukuman atau diberikan sanksi tingkat sedang dan berat. Untuk hukuman disiplin tingkat sedang bisa berupa penundaan kenaikan pangkat dan penurunan pangkat selama 1 tahun. Sementara sanksi tingkat berat maksimal dalam bentuk pemecatan dengan hormat ataupun tidak dengan hormat.
Sesungguhnya sebagi bagian dari masyarakat, PNS juga memiliki hak pilih sendiri. Oleh karena itu setiap PNS bebas menentukan pilihannya dalam pemilukada. Tetapi tidak boleh terlibat dalam politik praktis, seperti menjadi tim sukses dan kampanye untuk salah satu pasangan calon. Namun untuk mengharapkan semua PNS patuh dan tunduk pada ketentuan (aturan) ini agaknya sulit. Disetiap pemilukada sudah bisa dipastikan ada saja oknom PNS yang tidak netral, baik dilakukan secara terang-terangan maupun secara terselubung. 

Ketidaknetralan oknom PNS tidak bisa dilepaskan dari unsur kepentingan yang ada atau melekat pada diri oknom yang bersangkutan. Bagi siapapun yang merasa berkepentingan terhadap sesuatu tentu akan melakukan tindakan-tindakan untuk meraih kepentingannya. Dalam hubungannya dengan pemilukada, bila dikaji dan dicermati sesungguhnya oknom-oknom PNS yang dapat melakukan perbuatan tidak netral itu dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Pertama, kelompok PNS sakit hati dan kecewa (dendam politik, tersingkir atau disingkirkan dari jabatan tertentu/non job, tidak mendapatkan suatu jabatan, dimutasi ke tempat yang tidak sesuai dengan keinginannya, tidak puas). Kedua, kelompok PNS yang mendapatkan dan mengharapkan jabatan tertentu. Ketiga, kelompok PNS yang merupakan keluarga dan simpatisan fanatik dari pasangan calon (menunjukkan kepentingan hubungan kedekatan, walaupun tidak memperoleh imbalan/jabatan). Berdasarkan pembagian kelompok tersebut dapat dengan cepat dilacak dan diketahui apa sesungguhnya yang melatar belakangi dan sekaligus motif seorang PNS melakukan tindakan (perbuatan) tidak netral itu, mendukung salah satu pasangan calon.

Mengingat adanya kelompok-kelompok kepentingan di atas, maka mengharapkan PNS netral semua dalam pemilukada merupakan suatu harapan yang sulit terwujud. Karena unsur kepentingan itulah yang medorong oknom PNS terlibat dalam politik praktis. Mereka bisa melakukan berbagai cara untuk melakukan tindakannya. Ada yang secara terang-terangan menjadi tim sukses dan secara aktif mencari dukungan di lapangan (masyarakat). Ada yang memanfaatkan organisasi profesi untuk menggalang dukungan di kalangannya yang seprofesi. Ada juga yang memanfaatkan momen acara atau pertemuan kedinasan untuk kampanye (kegiatan kampanye yang dibungkus/numpang dalam kegiatan kedinasan), merupakan hal yang biasa terjadi. Terdapat juga di antara mereka yang menjaga diri untuk tidak melakukan dukungan dengan cara terang-terangan. Mereka melakukannya secara terselubung dan terorganisir secara rapi. Bentuk dukungan secara terselubung ini tidak dapat dihindari dan sulit untuk dilacak.

Mengingat dan menyadari hal di atas, yang bisa dilakukan adalah usaha untuk meminimalisir keterlibatan oknom PNS dalam politik praktis. Upaya ini akan berhasil apabila diwali dengan deteksi dini dan penegakan aturan secara tegas. Panwaslulah yang punya tugas (kewenangan) untuk itu, serta dibantu oleh BKD dan penegak hukum.



 Jerowaru, 17 Pebruari 2013





Pemilukada Provinsi NTB akan dilaksanakan pada tanggal 13 Mei 2013. Bersamaan dengan itu juga akan digelar pemilukada di Kabupaten Lombok Timur dan Kota Bima. Saat ini para pasangan balon Gubernur dan Wakil Gubernur, balon Bupati/Wali Kota dan Wakil Bupati/Wakil Wali Kota sudah mendaftarkan diri ke KPU provinsi atau kabupaten/kota. Seiring dengan itu, perbincangan atau diskusi tentang pemilukada semakin meluas di lingkungan masyarakat dan media massa. Figur pasangan balon, isu-isu yang diangkat oleh balon dan tim suksesnya, dan aturan-aturan dalam pemilukada, menjadi topik hangat dalam perbincangan mereka.

Salah satu aturan dalam pemilu atau pemilukada yang disoroti media massa adalah Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 tentang disiplin PNS, terutama isi yang terdapat pada pasal 4. Pasal ini berisi tentang larangan terhadap PNS untuk memberikan dukungan kepada salah satu pasangan calon. Bagi yang melanggar bisa diancam hukuman atau diberikan sanksi tingkat sedang dan berat. Untuk hukuman disiplin tingkat sedang bisa berupa penundaan kenaikan pangkat dan penurunan pangkat selama 1 tahun. Sementara sanksi tingkat berat maksimal dalam bentuk pemecatan dengan hormat ataupun tidak dengan hormat.
Sesungguhnya sebagi bagian dari masyarakat, PNS juga memiliki hak pilih sendiri. Oleh karena itu setiap PNS bebas menentukan pilihannya dalam pemilukada. Tetapi tidak boleh terlibat dalam politik praktis, seperti menjadi tim sukses dan kampanye untuk salah satu pasangan calon. Namun untuk mengharapkan semua PNS patuh dan tunduk pada ketentuan (aturan) ini agaknya sulit. Disetiap pemilukada sudah bisa dipastikan ada saja oknom PNS yang tidak netral, baik dilakukan secara terang-terangan maupun secara terselubung. 

Ketidaknetralan oknom PNS tidak bisa dilepaskan dari unsur kepentingan yang ada atau melekat pada diri oknom yang bersangkutan. Bagi siapapun yang merasa berkepentingan terhadap sesuatu tentu akan melakukan tindakan-tindakan untuk meraih kepentingannya. Dalam hubungannya dengan pemilukada, bila dikaji dan dicermati sesungguhnya oknom-oknom PNS yang dapat melakukan perbuatan tidak netral itu dapat dikelompokkan menjadi tiga kelompok. Pertama, kelompok PNS sakit hati dan kecewa (dendam politik, tersingkir atau disingkirkan dari jabatan tertentu/non job, tidak mendapatkan suatu jabatan, dimutasi ke tempat yang tidak sesuai dengan keinginannya, tidak puas). Kedua, kelompok PNS yang mendapatkan dan mengharapkan jabatan tertentu. Ketiga, kelompok PNS yang merupakan keluarga dan simpatisan fanatik dari pasangan calon (menunjukkan kepentingan hubungan kedekatan, walaupun tidak memperoleh imbalan/jabatan). Berdasarkan pembagian kelompok tersebut dapat dengan cepat dilacak dan diketahui apa sesungguhnya yang melatar belakangi dan sekaligus motif seorang PNS melakukan tindakan (perbuatan) tidak netral itu, mendukung salah satu pasangan calon.

Mengingat adanya kelompok-kelompok kepentingan di atas, maka mengharapkan PNS netral semua dalam pemilukada merupakan suatu harapan yang sulit terwujud. Karena unsur kepentingan itulah yang medorong oknom PNS terlibat dalam politik praktis. Mereka bisa melakukan berbagai cara untuk melakukan tindakannya. Ada yang secara terang-terangan menjadi tim sukses dan secara aktif mencari dukungan di lapangan (masyarakat). Ada yang memanfaatkan organisasi profesi untuk menggalang dukungan di kalangannya yang seprofesi. Ada juga yang memanfaatkan momen acara atau pertemuan kedinasan untuk kampanye (kegiatan kampanye yang dibungkus/numpang dalam kegiatan kedinasan), merupakan hal yang biasa terjadi. Terdapat juga di antara mereka yang menjaga diri untuk tidak melakukan dukungan dengan cara terang-terangan. Mereka melakukannya secara terselubung dan terorganisir secara rapi. Bentuk dukungan secara terselubung ini tidak dapat dihindari dan sulit untuk dilacak.

Mengingat dan menyadari hal di atas, yang bisa dilakukan adalah usaha untuk meminimalisir keterlibatan oknom PNS dalam politik praktis. Upaya ini akan berhasil apabila diwali dengan deteksi dini dan penegakan aturan secara tegas. Panwaslulah yang punya tugas (kewenangan) untuk itu, serta dibantu oleh BKD dan penegak hukum.



 Jerowaru, 17 Pebruari 2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan masukan komentar Anda, tapi pergunakan bahasa yang sopan dan jangan tinggalkan spam.