Senin, 18 Februari 2013

Prilaku Nagatif Anggota Dewan dan Sikap Apatis Masyarakat dalam Pemilu Legislatif

Klik Untuk melihat


Prilaku Anggota Dewan dan Sikap Apatis Masyarakat dalam Pemilu Legislatif


Para oknom anggota dewan yang terhormat terus saja bikin sensasi, dan mungkin tidak akan pernah berhenti. Tidak ubahnya seperti sebagian artis, kalau tidak tidak dapat dikatakan seluruhnya. Suka menebar pesona kebaikan, menunjukkan citra positif (suka membantu, simpatik, ramah, anti korupsi, menentang kejahatan/kezaliman, dll). Ternyata itu semua hanyalah bualan dan akal-akalan semata, serta tampak di permukaan saja. Tidak ikhlas memperjuangkan dan membela kepentingan rakyat.  Semua itu mereka pertontonkan untuk menutupi niat jahat atau tujuan jeleknya menjadi anggota dewan.  Ulah dan tingkah lakunya di panggung politik negeri ini semakin menggelikan saja dan memuakkan. Semakin banyak saja yang suka menilep uang negara, tidak sedikit pula yang doyan perempuan dan narkoba, serta ternyata masih ada yang suka lompat pagar ke partai lain bila partai sebelumnya tidak menguntungkan bagi dirinya dengan mencari-cari alasan.
Prilaku negatif para oknom anggota dewan ternyata merata (terdapat) di hampir semua partai politik (kalau tidak dapat dikatakan semuanya), baik partai besar maupun partai kecil, partai yang menklaim diri “bersih (suci)” maupun tidak. Mereka seakan-akan berlomba dalam kejelekan. Rela mengorbankan agama untuk tujuan politik. Rela mengorbankan harga diri demi kepentingan sesaat, dan jelas mengorbankan kepentingan rakyat negeri ini. 
Mereka sesungguhnya sudah mendapat fasilitas mewah, tidur dengan nyenyak sekalipun waktu rapat/sidang tentang rakyat, tidur di hotel berbintang-bintang tanpa perlu kepanasan, gaji dan tunjangan berlipat-lipat, jalan-jalan geratis ke luar negeri bersama istri (keluarga) dengan uang negara. Mereka merupakan kelompok elit dan sangat terhotmat. Sesungguhnya tidak ada lagi yang perlu disusahkan, mereka tidak kekurangan. Kenyataan ini jauh berbeda, bertolak belakang dengan keadaan rakyat yang memilihnya. Rakyat di pedalaman, pelosok, pinggiran kota, dan bahkan di dalam kota masih tetap hidup dalam kesusahan. Faslitas yang dimiliki seadanya dan berusaha untuk sekedar dapat menyambung hidup. Tidur di gubuk reot, emperan toko atau di bawah kolong jembatan, dan sudah pasti kepanasan dan kedinginan. Mereka bermandikan keringat untuk mendapatkan nafkah hidup, kadang makan  kadang tidak. Mereka tidak mendapat pelayanan yang semestinya, pelayanan publik masih buruk. Banyak warga negara yang belum mendapat pendidikan yang layak. Tidak sedikit pula penduduk yang menjerit karena kekurangan air bersih dan langkanya kebutuhan pokok lainnya (makanan, bahan bakar, pupuk). Masih banyak juga di antara mereka yang menjadi korban kejahatan (pemerkosaan di transportasi umum, perampokan.pencurian dengan kekerasan, dll). Kalau menyadari akan hal itu, la kok tega-teganya para oknom anggota dewan melakukan tidakan korupsi dan perbuatan negatif lainnya. Aneh bin ajaib kalau ada anggota dewan yang sebelumnya getol memperjuangkan kepentingan rakyat mengundurkan diri di tengah jalan, dan berpindah ke partai lain demi memenuhi hasrat dirinya (kepentingan pribadi).


Anggota dewan yang terhormat yang berwenang (berhak) menetapkan sebuah RUU menjadi UU, dan mengawasi pelaksanaannya. Pelaksana di tingkat bawah dengan susah payah melaksanakan UU yang telah ditetapkan. Tetapi kok mengherankan, yang menetapkan UU justeru melanggarnya juga. Apa memang UU ditetapkan dengan terlebih dahulu merumuskan bagian-bagian yang dapat menjadi celah untuk melakukan pelanggaran?. Mereka juga sangat menekankan agar UU beserta peraturan yang menjadi turunannya untuk dapat dilaksanakan dengan semestinya, sebaik-baiknya. Misalnya UU tentang pendidikan nasional dan peraturan tentang pengembangan budaya dan karakter bangsa di satuan pendidikan. Para guru berjuang keras untuk dapat melaksanakan hal itu agar dapat membentuk anak bangsa yang berbudaya dan berkarakter. Usaha ini jelas tidak akan berhasil dengan optimal manakala setiap hari peserta didik melihat dan membaca berita tentang prilaku bejad para oknom anggota dewan. Lingkungan jelas sangat berpengaruh dalam membentuk pola pikir, persepsi dan prilaku anak bangsa. Kenyataan ini tentu merupakan keheranan dan membingungkan. Lebih mengherankan dan membingungkan lagi, kalau pelaksana UU yang melakukan kesalahan, dengan kewenangannya anggota dewan yang terhormat begitu cepat bereaksi, memanggil, mengobok-obok, dan memvonis pelaku. Kalau begitu, mana yang lebih terhormat, anggota dewan atau rakyat.
Dengan semakin maraknya prilaku negatif di kalangan anggota dewan, maka tidak mengherankan kalau rakyat bersikap apatis, skeptis, dan tidak mendukung penuh terhadap penyelenggraan pemilu. Mereka tidak bisa dipersalahkan kalau pada akhirnya dalam pemilu untuk memilih anggota legeslatif (dewan), mereka memilih untuk tidak memilih (golput). Karena itu pula kita tidak perlu merasa tersinggung ataupun marah, apabila di kalangan masyarakat di negeri ini terungkap kalaimat (terlontar ucapan) seperti ini : “Anggota DPR Indonesia..... Benar-benar menunaikan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat dengan baik. Contohnya... : Mereka mewakili kita jalan-jalan keluar negeri. Mereka mewakili kita naik mobil mewah. Mereka mewakili kita punya duit banyak.  Mereka mewakili kita tinggal di rumah mewah.... Segala sesuatu yang diinginkan rakyat, sudah diwakili oleh mereka.... Para wakil rakyat...  Para Wakil Rakyat yang RAKUS dan KEMARUK”.

 

Untuk dapat merubah sikap apatis dan persepsi masyarakat seperti itu, tidak ada jalan lain semua partai politik harus memperbaiki citranya. Sehingga iklim demokrasi di negeri ini, yang mengakui banyak partai ini menjadi kondusif dan berjalan sesuai tujuan berbangsa dan bernegara. Memperbaiki citra negatif menjadi positif jelas bukan usaha yang mudah. Tetapi harus dilakukan secara terus-menerus, sungguh-sungguh, berniat tulus ikhlas. Walaupun dalam melakukan usaha sampai terngah-ngah, pusing tujuh keliling, terseok-seok (mungkin juga sampai tersungkur), dan babak belur oleh pandangan atau pendapat (argumentasi) dari berbagai pihak (masyarakat).

Jerowaru, 18 Pebruari 2013.
Klik Untuk melihat


Prilaku Anggota Dewan dan Sikap Apatis Masyarakat dalam Pemilu Legislatif


Para oknom anggota dewan yang terhormat terus saja bikin sensasi, dan mungkin tidak akan pernah berhenti. Tidak ubahnya seperti sebagian artis, kalau tidak tidak dapat dikatakan seluruhnya. Suka menebar pesona kebaikan, menunjukkan citra positif (suka membantu, simpatik, ramah, anti korupsi, menentang kejahatan/kezaliman, dll). Ternyata itu semua hanyalah bualan dan akal-akalan semata, serta tampak di permukaan saja. Tidak ikhlas memperjuangkan dan membela kepentingan rakyat.  Semua itu mereka pertontonkan untuk menutupi niat jahat atau tujuan jeleknya menjadi anggota dewan.  Ulah dan tingkah lakunya di panggung politik negeri ini semakin menggelikan saja dan memuakkan. Semakin banyak saja yang suka menilep uang negara, tidak sedikit pula yang doyan perempuan dan narkoba, serta ternyata masih ada yang suka lompat pagar ke partai lain bila partai sebelumnya tidak menguntungkan bagi dirinya dengan mencari-cari alasan.
Prilaku negatif para oknom anggota dewan ternyata merata (terdapat) di hampir semua partai politik (kalau tidak dapat dikatakan semuanya), baik partai besar maupun partai kecil, partai yang menklaim diri “bersih (suci)” maupun tidak. Mereka seakan-akan berlomba dalam kejelekan. Rela mengorbankan agama untuk tujuan politik. Rela mengorbankan harga diri demi kepentingan sesaat, dan jelas mengorbankan kepentingan rakyat negeri ini. 
Mereka sesungguhnya sudah mendapat fasilitas mewah, tidur dengan nyenyak sekalipun waktu rapat/sidang tentang rakyat, tidur di hotel berbintang-bintang tanpa perlu kepanasan, gaji dan tunjangan berlipat-lipat, jalan-jalan geratis ke luar negeri bersama istri (keluarga) dengan uang negara. Mereka merupakan kelompok elit dan sangat terhotmat. Sesungguhnya tidak ada lagi yang perlu disusahkan, mereka tidak kekurangan. Kenyataan ini jauh berbeda, bertolak belakang dengan keadaan rakyat yang memilihnya. Rakyat di pedalaman, pelosok, pinggiran kota, dan bahkan di dalam kota masih tetap hidup dalam kesusahan. Faslitas yang dimiliki seadanya dan berusaha untuk sekedar dapat menyambung hidup. Tidur di gubuk reot, emperan toko atau di bawah kolong jembatan, dan sudah pasti kepanasan dan kedinginan. Mereka bermandikan keringat untuk mendapatkan nafkah hidup, kadang makan  kadang tidak. Mereka tidak mendapat pelayanan yang semestinya, pelayanan publik masih buruk. Banyak warga negara yang belum mendapat pendidikan yang layak. Tidak sedikit pula penduduk yang menjerit karena kekurangan air bersih dan langkanya kebutuhan pokok lainnya (makanan, bahan bakar, pupuk). Masih banyak juga di antara mereka yang menjadi korban kejahatan (pemerkosaan di transportasi umum, perampokan.pencurian dengan kekerasan, dll). Kalau menyadari akan hal itu, la kok tega-teganya para oknom anggota dewan melakukan tidakan korupsi dan perbuatan negatif lainnya. Aneh bin ajaib kalau ada anggota dewan yang sebelumnya getol memperjuangkan kepentingan rakyat mengundurkan diri di tengah jalan, dan berpindah ke partai lain demi memenuhi hasrat dirinya (kepentingan pribadi).


Anggota dewan yang terhormat yang berwenang (berhak) menetapkan sebuah RUU menjadi UU, dan mengawasi pelaksanaannya. Pelaksana di tingkat bawah dengan susah payah melaksanakan UU yang telah ditetapkan. Tetapi kok mengherankan, yang menetapkan UU justeru melanggarnya juga. Apa memang UU ditetapkan dengan terlebih dahulu merumuskan bagian-bagian yang dapat menjadi celah untuk melakukan pelanggaran?. Mereka juga sangat menekankan agar UU beserta peraturan yang menjadi turunannya untuk dapat dilaksanakan dengan semestinya, sebaik-baiknya. Misalnya UU tentang pendidikan nasional dan peraturan tentang pengembangan budaya dan karakter bangsa di satuan pendidikan. Para guru berjuang keras untuk dapat melaksanakan hal itu agar dapat membentuk anak bangsa yang berbudaya dan berkarakter. Usaha ini jelas tidak akan berhasil dengan optimal manakala setiap hari peserta didik melihat dan membaca berita tentang prilaku bejad para oknom anggota dewan. Lingkungan jelas sangat berpengaruh dalam membentuk pola pikir, persepsi dan prilaku anak bangsa. Kenyataan ini tentu merupakan keheranan dan membingungkan. Lebih mengherankan dan membingungkan lagi, kalau pelaksana UU yang melakukan kesalahan, dengan kewenangannya anggota dewan yang terhormat begitu cepat bereaksi, memanggil, mengobok-obok, dan memvonis pelaku. Kalau begitu, mana yang lebih terhormat, anggota dewan atau rakyat.
Dengan semakin maraknya prilaku negatif di kalangan anggota dewan, maka tidak mengherankan kalau rakyat bersikap apatis, skeptis, dan tidak mendukung penuh terhadap penyelenggraan pemilu. Mereka tidak bisa dipersalahkan kalau pada akhirnya dalam pemilu untuk memilih anggota legeslatif (dewan), mereka memilih untuk tidak memilih (golput). Karena itu pula kita tidak perlu merasa tersinggung ataupun marah, apabila di kalangan masyarakat di negeri ini terungkap kalaimat (terlontar ucapan) seperti ini : “Anggota DPR Indonesia..... Benar-benar menunaikan tanggung jawabnya sebagai wakil rakyat dengan baik. Contohnya... : Mereka mewakili kita jalan-jalan keluar negeri. Mereka mewakili kita naik mobil mewah. Mereka mewakili kita punya duit banyak.  Mereka mewakili kita tinggal di rumah mewah.... Segala sesuatu yang diinginkan rakyat, sudah diwakili oleh mereka.... Para wakil rakyat...  Para Wakil Rakyat yang RAKUS dan KEMARUK”.

 

Untuk dapat merubah sikap apatis dan persepsi masyarakat seperti itu, tidak ada jalan lain semua partai politik harus memperbaiki citranya. Sehingga iklim demokrasi di negeri ini, yang mengakui banyak partai ini menjadi kondusif dan berjalan sesuai tujuan berbangsa dan bernegara. Memperbaiki citra negatif menjadi positif jelas bukan usaha yang mudah. Tetapi harus dilakukan secara terus-menerus, sungguh-sungguh, berniat tulus ikhlas. Walaupun dalam melakukan usaha sampai terngah-ngah, pusing tujuh keliling, terseok-seok (mungkin juga sampai tersungkur), dan babak belur oleh pandangan atau pendapat (argumentasi) dari berbagai pihak (masyarakat).

Jerowaru, 18 Pebruari 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan masukan komentar Anda, tapi pergunakan bahasa yang sopan dan jangan tinggalkan spam.