Minggu, 24 Februari 2013

Sepak Terjang Para Kandidat dalam Pemilukada : Merebut Simpati Rayat Melalui Janji-janji Politik yang Usang dan Meragukan

Para pasangan bakal calon (balon) Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi NTB, balon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lombok Timur, balon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bima, yang telah mendaftarkan diri ke KPU provinsi dan kabupaten/kota, mulai menebarkan janji-janji politik untuk menarik simpati masyarakat. Mereka berharap melalui janji-janji politik yang digelontorkan, penduduk yang telah memiliki hak pilih tertarik untuk memilih pasangannya.

Janji-jani politik dari pasangan balon tersebut semakin kencang di surakan dan gemanya semakin meluas. Hal ini tentu tidak terlepas dari berjalannya mesin politik dari para pasangan balon. Saat ini, hampir setiap hari dapat kita lihat atau baca berbagai bentuk janji politik para kandidat yang diobral di media massa. Janji-janji politik tersebut juga banyak bertebaran dan terpampang di selebaran, pamplet, dan baliho para pasangan kandidat, yang sudah menyebar luas, tertempel melekat, dan berdiri tegak di berbagai penjuru wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

Berbagai macam janji politik yang diobral para pasangan kandidat, misalnya seputar tentang perbaikan IPM, pendidikan gratis dan perbaikan kesejahteraan guru, kesehatan gratis, perbaikan kesejahteraan penduduk, perbaikan nasib petani (tembakau) dan perbaikan infrastruktur, dan lain-lainnya. Apabila kita cermati, sesungguhnya janji-janji politik yang ditebarkan merupakan isu-isu lama yang diperkuat atau dipertajam kembali.

Muncul suatu keraguan bahwa pasangan balon mampu melakukan peruabahan yang signifikan di daerah ini, baik di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota. Jangan-jangan isu yang mereka lemparkan hanya sekedar, tidak lebih merupakan taktik untuk menarik simpati rakyat (pendukung) para pasangan kandidat. Isu-isu yang dikembangkan, hanya sekedar pemanis bibir belaka untuk menina bobokkan para penduduk, sehingga mereka terbuai untuk memilih pasangan balon penebar janji. Keraguan itu muncul mengingat apa yang diangkat merupakan isu lama yang sebelumnya tidak mampu mereka perbaiki secara signifikan. Pada umumnya para bakal calon yang akan berlaga di pemilukada pada tanggal 13 Mei 2013 nanti, merupakan tokoh yang pernah berkuasa atau berada di lingkaran pusat kekuasaan, baik di provinsi maupun kabupaten. Apabila mereka menjanjikan hal yang sama dalam pemilukada sekarang, menjadi tanda tanya besar, kenapa pada saat berkuasa atau berada di lingkaran pusat kekuasaan tidak mampu memberikan perubahan yang sangat berarti terhadap apa yang telah dijanjikan ?

Perbaikan IPM sudah lama diusahakan, tetapi Provinsi NTB tetap saja nangring di urutan buncit, nomor dua dari bawah. Pada hal di antara pasangan balon yang akan berlaga merupakan orang yang pernah berkuasa sebelumnya atau setidaknya berada di lingkaran pusat kekuasaan. Dengan demikian, kalau pola atau sistem perbaikan IPM yang akan diterapkan sama dengan sebelumnya, ketika pasangan atau bagian dari pasangan kandidat yang pernah berkuasa sebelumnya, maka artinya sama juga dengan bohong. Program kebijakan yang telah dijalankan pada masanya, justeru belum mampu meningkatkan IPM secara signifikan. Provinsi NTB atau kabupaten/kota, masih tetap bergelut dalam keterpurukan. Indikator-indikator perbaikan IPM, belum mampu dipenuhi secara menyeluruh (optimal).

Pendidikan gratis dan perbaikan kesejahteraan guru, kesehatan gratis, perbaikan kesejahteraan penduduk, perbaikan nasib petani dan perbaikan infrastruktur, dan lain-lainnya, mudah diucapkan tetapi sulit dalam tataran implementasinya. Pendidikan gratis yang selama ini berjalan, lebih disebabkan karena adanya dana batuan operasional sekolah (BOS) dari pusat, tidak diimbangi oleh dana dari daerah. Pemerintah provinsi dan pada umumnya pemerintah daerah tingkat II, tidak mengalokasikan dana operasional dari anggaran daerah (BOSDA). Kalau pun mengganggarkannya, jauh dari kebutuhan yang sebenarnya, tidak seimbang. Dana bantuan siswa miskin (BSM), terutama untuk sekolah negeri, justeru sumber utamanya berasal dari dana APBN, sementara dana yang digelontorkan dari daerah sangat kecil dan tidak semua menerima (belum adil dan merata). Siswa yang dapat menikmati dana BSM hanya sebagian kecil dari jumlah yang membutuhkannya. Sehingga cenderung menimbulkan masalah di lapangan, sekolah dan masyarakat berselisih, serta sekolah diobok-obok oleh insfektorat. Begutu juga dengan dana kesejahteraan guru, lebih condong mengandalkan dana yang berasal dari pusat (dana fungsional). Guru tidak tetap (GTT), hanya sebagian kecil yang dapat mencicipi kesejahteraan dari alokasi dana pemda, baik provinsi maupun umumnya daerah tingkat II. Bagi mereka yang mengabdi di sekolah negeri boleh dikatakan tidak tersentuh sama sekali. Pengandalan dana dari pusat juga tercermin dari pengadaan fasilitas (sarana dan prasarana) pendidikan. Kondisinya belum sepenuhnya memadai, serta pengadaannya belum menyentuh rasa keadilan dan merata untuk semua sekolah.

Kesehatan dan kesejahteraan penduduk juga belum berajak lebih baik secara signifikan dan menyeluruh. Penduduk belum dapat sepenuhnya menerima pelayanan kesehatan gratis seperti yang pernah dijanjikan, dan kenyataan di lapangan menunjukkan masih cukup banyak penduduk yang tergolong belum sejahtera, masih miskin. Fasilitas dan tenaga kesehatan belum memadai untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Rumah-rumah kurang layak huni masih banyak bertebaran di berbagai tempat (wilayah). Pengangguran masih tinggi (lapangan kerja kurang), serta angka pencari kerja keluar negeri (TKI/TKW) masih tinggi dan masih kurang mendapat perhatian atau penanganan secara serius. Perbaikan sektor kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, bernasib sama dengan sektor pendidikan, yang lebih mengandalkan dana pusat.

Pengandalan dana dari pusat juga terlihat dari kebijakan memperbaiki nasib petani dan perbaikan infrastruktur, seperti dalam pembangunan bendungan, dan jalan raya. Untuk pembebasan lahan saja, alokasi dana dari APBD berbelit-belit dan tersendat-sendat. Jalan-jalan raya, terutama di wilayah kabupaten, kondisinya masih banyak memperihatinkan dan belum dapat menunjang kegiatan ekonomi dan kegiatan penduduk lainnya secara memadai. Para petani pun masih menghadapi persoalan yang sama dengan waktu-waktu sebelumnya, seperti persoalan langkanya pupuk, mahalnya barang-barang kebutuhan pertanian, dan harga hasil panen yang masih rendah (dihargai murah), belum seimbang dengan biaya operasional yang dikeluarkan petani. Jadi, menjanjikan perbaikan nasib petani dan perbaikan infrastruktur masih perlu peningkatan dan pengelolaan secara serius. 

Khusus terhadap janji untuk memperbaiki nasib petani tembakau, menimbulkan keraguan besar. Selama ini, para petani tembakau dihadapkan pada persoalan yang sama dan berulang. Selama pengusaha tembakau yang dominan menentukan kebijakan dan harga, maka jangan terlalu berharap nasib petani tembakau akan terangkat naik. Nasib mereka akan tetap terobang-ambing, naik dan turun pendapatannya sesuai dengan selera (kemauan) para pengusaha dan hukum ekonomi (pasar).

Berdasarkan uraian di atas, wajar muncul keraguan bahwa para pasangan balon akan dapat memberikan peruabhan di daerah ini (di provinsi atau kabupaten/kota). APBD I dan APBD II belum mampu membiayai semua kebutuhan di daerah ini (provinsi dan kabupaten), belum dapat mengimbangi dana dari pusat. Masih terdapat kecenderungan untuk mengandalkan pusat untuk membiayai program kebijakan yang dijalankan di daerah. Provinsi dan daerah kabupaten/kota yang ada, umumnya masih lebih condong untuk menggantungkan diri pada pendanaan yang dialokasikan dari pusat. Sementara pendapatan asli daerah (PAD) masih sangat minim, belum sebanding antara pendapatan dengan pengeluaran. Keraguan itu semakin terasa, apabila kita kaji lebih jauh dan mendalam tentang apa yang dijanjikan oleh para balon. Janji-janji politik tersebut masih bersifat normatif. Wujud kongret dari apa yang mereka janjikan masih samar-samar (tidak jelas). Oleh karena itu, janji-janji politik yang ditebarkan, tidak ubahnya seperti pepatah “lebih besar pasak daripada tiang”. Para pasangan balon sesungguhnya sedang menebarkan atau mempertontonkan hawa nafsu (kemauan) yang lebih besar daripada kemampuan untuk merubah sesuatu menjadi lebih baik dari sebelumnya. Para pasangan balon sesungguhnya sedang membangun citra diri untuk meraih kepentingan diri dan kelompoknya. Bisa jadi mereka dapat melakukan perubahan setelah dapat berkuasa, tetapi tidak akan pernah optimal seperti janji-janji yang digembar-gemborkan.

Membangun Provinsi NTB dan kabupaten/kota yang masih dalam keadaan terpuruk, dibutuhkan upaya yang sungguh-sungguh dan serius. Tidak bisa menciptakan perubahan secara instan. Dibutuhkan program kebijakan yang tidak hanya mengakomudir kepentingan jangka pendek, dan mengedepankan formalitas semata, serta bukan semata sebagai upaya membangun citra pemerintahan. Program kebijakan yang dibutuhkan, dirumuskan dalam visi dan misi yang jelas dan terarah, yang menjangkau tujuan jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Dengan ini akan terlihat gambaran perubahan daerah (provinsi, kabupaten/kota) yang diharapkan di masa depan. Oleh karena itu, janji-jani politik para pasangan balon hendaknya dirumuskan sebagai upaya untuk membangun masyarakat yang adil dan sejahtera. Janji-janji itu merupakan kebutuhan rakyat, yang akan dicapai dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, yang dirumuskan secara jelas dan kongkrit dalam visi, misi, tujuan, dan sasaran pembangunan daerah provinsi dan kabupaten/kota.

Jerowaru, Lombok Timur, 24 Pebruari 2013.
Para pasangan bakal calon (balon) Gubernur dan Wakil Gubernur Provinsi NTB, balon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Lombok Timur, balon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bima, yang telah mendaftarkan diri ke KPU provinsi dan kabupaten/kota, mulai menebarkan janji-janji politik untuk menarik simpati masyarakat. Mereka berharap melalui janji-janji politik yang digelontorkan, penduduk yang telah memiliki hak pilih tertarik untuk memilih pasangannya.

Janji-jani politik dari pasangan balon tersebut semakin kencang di surakan dan gemanya semakin meluas. Hal ini tentu tidak terlepas dari berjalannya mesin politik dari para pasangan balon. Saat ini, hampir setiap hari dapat kita lihat atau baca berbagai bentuk janji politik para kandidat yang diobral di media massa. Janji-janji politik tersebut juga banyak bertebaran dan terpampang di selebaran, pamplet, dan baliho para pasangan kandidat, yang sudah menyebar luas, tertempel melekat, dan berdiri tegak di berbagai penjuru wilayah provinsi dan kabupaten/kota.

Berbagai macam janji politik yang diobral para pasangan kandidat, misalnya seputar tentang perbaikan IPM, pendidikan gratis dan perbaikan kesejahteraan guru, kesehatan gratis, perbaikan kesejahteraan penduduk, perbaikan nasib petani (tembakau) dan perbaikan infrastruktur, dan lain-lainnya. Apabila kita cermati, sesungguhnya janji-janji politik yang ditebarkan merupakan isu-isu lama yang diperkuat atau dipertajam kembali.

Muncul suatu keraguan bahwa pasangan balon mampu melakukan peruabahan yang signifikan di daerah ini, baik di tingkat provinsi maupun tingkat kabupaten/kota. Jangan-jangan isu yang mereka lemparkan hanya sekedar, tidak lebih merupakan taktik untuk menarik simpati rakyat (pendukung) para pasangan kandidat. Isu-isu yang dikembangkan, hanya sekedar pemanis bibir belaka untuk menina bobokkan para penduduk, sehingga mereka terbuai untuk memilih pasangan balon penebar janji. Keraguan itu muncul mengingat apa yang diangkat merupakan isu lama yang sebelumnya tidak mampu mereka perbaiki secara signifikan. Pada umumnya para bakal calon yang akan berlaga di pemilukada pada tanggal 13 Mei 2013 nanti, merupakan tokoh yang pernah berkuasa atau berada di lingkaran pusat kekuasaan, baik di provinsi maupun kabupaten. Apabila mereka menjanjikan hal yang sama dalam pemilukada sekarang, menjadi tanda tanya besar, kenapa pada saat berkuasa atau berada di lingkaran pusat kekuasaan tidak mampu memberikan perubahan yang sangat berarti terhadap apa yang telah dijanjikan ?

Perbaikan IPM sudah lama diusahakan, tetapi Provinsi NTB tetap saja nangring di urutan buncit, nomor dua dari bawah. Pada hal di antara pasangan balon yang akan berlaga merupakan orang yang pernah berkuasa sebelumnya atau setidaknya berada di lingkaran pusat kekuasaan. Dengan demikian, kalau pola atau sistem perbaikan IPM yang akan diterapkan sama dengan sebelumnya, ketika pasangan atau bagian dari pasangan kandidat yang pernah berkuasa sebelumnya, maka artinya sama juga dengan bohong. Program kebijakan yang telah dijalankan pada masanya, justeru belum mampu meningkatkan IPM secara signifikan. Provinsi NTB atau kabupaten/kota, masih tetap bergelut dalam keterpurukan. Indikator-indikator perbaikan IPM, belum mampu dipenuhi secara menyeluruh (optimal).

Pendidikan gratis dan perbaikan kesejahteraan guru, kesehatan gratis, perbaikan kesejahteraan penduduk, perbaikan nasib petani dan perbaikan infrastruktur, dan lain-lainnya, mudah diucapkan tetapi sulit dalam tataran implementasinya. Pendidikan gratis yang selama ini berjalan, lebih disebabkan karena adanya dana batuan operasional sekolah (BOS) dari pusat, tidak diimbangi oleh dana dari daerah. Pemerintah provinsi dan pada umumnya pemerintah daerah tingkat II, tidak mengalokasikan dana operasional dari anggaran daerah (BOSDA). Kalau pun mengganggarkannya, jauh dari kebutuhan yang sebenarnya, tidak seimbang. Dana bantuan siswa miskin (BSM), terutama untuk sekolah negeri, justeru sumber utamanya berasal dari dana APBN, sementara dana yang digelontorkan dari daerah sangat kecil dan tidak semua menerima (belum adil dan merata). Siswa yang dapat menikmati dana BSM hanya sebagian kecil dari jumlah yang membutuhkannya. Sehingga cenderung menimbulkan masalah di lapangan, sekolah dan masyarakat berselisih, serta sekolah diobok-obok oleh insfektorat. Begutu juga dengan dana kesejahteraan guru, lebih condong mengandalkan dana yang berasal dari pusat (dana fungsional). Guru tidak tetap (GTT), hanya sebagian kecil yang dapat mencicipi kesejahteraan dari alokasi dana pemda, baik provinsi maupun umumnya daerah tingkat II. Bagi mereka yang mengabdi di sekolah negeri boleh dikatakan tidak tersentuh sama sekali. Pengandalan dana dari pusat juga tercermin dari pengadaan fasilitas (sarana dan prasarana) pendidikan. Kondisinya belum sepenuhnya memadai, serta pengadaannya belum menyentuh rasa keadilan dan merata untuk semua sekolah.

Kesehatan dan kesejahteraan penduduk juga belum berajak lebih baik secara signifikan dan menyeluruh. Penduduk belum dapat sepenuhnya menerima pelayanan kesehatan gratis seperti yang pernah dijanjikan, dan kenyataan di lapangan menunjukkan masih cukup banyak penduduk yang tergolong belum sejahtera, masih miskin. Fasilitas dan tenaga kesehatan belum memadai untuk dapat memberikan pelayanan kesehatan yang lebih baik. Rumah-rumah kurang layak huni masih banyak bertebaran di berbagai tempat (wilayah). Pengangguran masih tinggi (lapangan kerja kurang), serta angka pencari kerja keluar negeri (TKI/TKW) masih tinggi dan masih kurang mendapat perhatian atau penanganan secara serius. Perbaikan sektor kesehatan dan kesejahteraan masyarakat, bernasib sama dengan sektor pendidikan, yang lebih mengandalkan dana pusat.

Pengandalan dana dari pusat juga terlihat dari kebijakan memperbaiki nasib petani dan perbaikan infrastruktur, seperti dalam pembangunan bendungan, dan jalan raya. Untuk pembebasan lahan saja, alokasi dana dari APBD berbelit-belit dan tersendat-sendat. Jalan-jalan raya, terutama di wilayah kabupaten, kondisinya masih banyak memperihatinkan dan belum dapat menunjang kegiatan ekonomi dan kegiatan penduduk lainnya secara memadai. Para petani pun masih menghadapi persoalan yang sama dengan waktu-waktu sebelumnya, seperti persoalan langkanya pupuk, mahalnya barang-barang kebutuhan pertanian, dan harga hasil panen yang masih rendah (dihargai murah), belum seimbang dengan biaya operasional yang dikeluarkan petani. Jadi, menjanjikan perbaikan nasib petani dan perbaikan infrastruktur masih perlu peningkatan dan pengelolaan secara serius. 

Khusus terhadap janji untuk memperbaiki nasib petani tembakau, menimbulkan keraguan besar. Selama ini, para petani tembakau dihadapkan pada persoalan yang sama dan berulang. Selama pengusaha tembakau yang dominan menentukan kebijakan dan harga, maka jangan terlalu berharap nasib petani tembakau akan terangkat naik. Nasib mereka akan tetap terobang-ambing, naik dan turun pendapatannya sesuai dengan selera (kemauan) para pengusaha dan hukum ekonomi (pasar).

Berdasarkan uraian di atas, wajar muncul keraguan bahwa para pasangan balon akan dapat memberikan peruabhan di daerah ini (di provinsi atau kabupaten/kota). APBD I dan APBD II belum mampu membiayai semua kebutuhan di daerah ini (provinsi dan kabupaten), belum dapat mengimbangi dana dari pusat. Masih terdapat kecenderungan untuk mengandalkan pusat untuk membiayai program kebijakan yang dijalankan di daerah. Provinsi dan daerah kabupaten/kota yang ada, umumnya masih lebih condong untuk menggantungkan diri pada pendanaan yang dialokasikan dari pusat. Sementara pendapatan asli daerah (PAD) masih sangat minim, belum sebanding antara pendapatan dengan pengeluaran. Keraguan itu semakin terasa, apabila kita kaji lebih jauh dan mendalam tentang apa yang dijanjikan oleh para balon. Janji-janji politik tersebut masih bersifat normatif. Wujud kongret dari apa yang mereka janjikan masih samar-samar (tidak jelas). Oleh karena itu, janji-janji politik yang ditebarkan, tidak ubahnya seperti pepatah “lebih besar pasak daripada tiang”. Para pasangan balon sesungguhnya sedang menebarkan atau mempertontonkan hawa nafsu (kemauan) yang lebih besar daripada kemampuan untuk merubah sesuatu menjadi lebih baik dari sebelumnya. Para pasangan balon sesungguhnya sedang membangun citra diri untuk meraih kepentingan diri dan kelompoknya. Bisa jadi mereka dapat melakukan perubahan setelah dapat berkuasa, tetapi tidak akan pernah optimal seperti janji-janji yang digembar-gemborkan.

Membangun Provinsi NTB dan kabupaten/kota yang masih dalam keadaan terpuruk, dibutuhkan upaya yang sungguh-sungguh dan serius. Tidak bisa menciptakan perubahan secara instan. Dibutuhkan program kebijakan yang tidak hanya mengakomudir kepentingan jangka pendek, dan mengedepankan formalitas semata, serta bukan semata sebagai upaya membangun citra pemerintahan. Program kebijakan yang dibutuhkan, dirumuskan dalam visi dan misi yang jelas dan terarah, yang menjangkau tujuan jangka pendek, menengah maupun jangka panjang. Dengan ini akan terlihat gambaran perubahan daerah (provinsi, kabupaten/kota) yang diharapkan di masa depan. Oleh karena itu, janji-jani politik para pasangan balon hendaknya dirumuskan sebagai upaya untuk membangun masyarakat yang adil dan sejahtera. Janji-janji itu merupakan kebutuhan rakyat, yang akan dicapai dalam jangka pendek, menengah, dan jangka panjang, yang dirumuskan secara jelas dan kongkrit dalam visi, misi, tujuan, dan sasaran pembangunan daerah provinsi dan kabupaten/kota.

Jerowaru, Lombok Timur, 24 Pebruari 2013.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan masukan komentar Anda, tapi pergunakan bahasa yang sopan dan jangan tinggalkan spam.