Kamis, 24 Januari 2013

Mengembangkan Peserta Didik yang Berbudaya dan Berkarakter di Tengah Persoalan Bangsa : Antara Kenyataan dan Harapan

Persoalan yang dihadapi bangsa dan negara kita semakin berkembang dan kompleks. Hal ini tercermin dari kesenjangan sosial-ekonomi-politik yang masih besar, kerusakan lingkungan yang terjadi di seluruh pelosok negeri, masih terjadinya ketidakadilan hukum, pergaulan bebas dan pornografi yang terjadi di kalangan remaja, pemerkosaan di tempat umum atau sarana publik, kekerasan dan kerusuhan, korupsi yang dan merambah pada semua sektor kehidupan masyarakat. Saat ini banyak dijumpai tindakan anarkis, konflik sosial, kekerasan atas nama agama, penuturan bahasa yang buruk dan tidak santun, dan ketidaktaataan berlalu lintas. Persoalan-persoalan tersebut setiap hari menjadi topik berita baik di media cetak maupun elektronik, yang dapat ditonton dan dibaca oleh semua kalangan, dari kalangan bawah sampai atas, dari kalangan anak-anak sampai orang dewasa. Sehingga masyarakat luas dapat menarik suatu kesimpulan atas apa yang mereka baca dan dengar. Setidak-tidaknya meraka menjadi paham bahwa masyarakat Indonesia yang terbiasa santun dalam berperilaku, melaksanakan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan masalah, mempunyai kearifan lokal yang kaya dengan pluralitas, serta bersikap toleran dan gotong royong mulai cenderung berubah menjadi hegemoni kelompok-kelompok yang saling mengalahkan dan berperilaku tidak jujur. Apabila itu ditarik keranah pendidikan, maka akan menjadi persoalan dalam menyiapkan peserta didik (generasi muda) yang memiliki akhlak mulia dan kepribadian yang mantap atau dapat menghambat pelaksanaan program pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Pendidikan dan pembelajaran di sekolah sangat ditentukan oleh faktor intern dan ekstren. Di antara faktor ekstren itu adalah masyarakat dan pemerintah. Faktor ini akan sangat memberikan pengaruh yang besar dalam rangka ke arah itu. Di mana proses pendidikan peserta didik di sekolah dipengaruhi oleh lingkungannya. Mereka di sekolah dibimbing dan diajarkan untuk menjadi manusia yang berbudaya dan pribadi yang berkarakter. Namun di lingkungannya, mereka mendengar dan melihat kenyataan yang berbeda dengan apa yang diprolehnya di sekolah. Pengalaman yang diperoleh dari lingkungannya itu merupakan aspek yang berat untuk dapat diluruskan dan di arahkan ke pengembangan pendidikan budaya dan karakter peserta didik di sekolah. Kejadian-kejadian negatif yang mereka lihat terjadi di masyarakat, dan apa yang dicontohkan oleh para politisi, seperti korupsi atau ketidakjujuran, merupakan pembelajaran yang tidak baik bagi mereka dan mudah terserap dalam memori otak mereka. Hal ini akan mendorong mereka untuk menjadi pelaku-pelaku baru dalam perbutan negatif tersebut. Oleh karena itu persoalan yang dihadapi bangsa ini akan semakin berkembang dan kompleks. Pengalaman yang tidak baik itu akan menyebabkan peserta didik menjadi generasi muda yang tidak berbudaya dan berkarakter, tidak mandiri dan berdaya saing. Untuk mengantisipasi dan mengatasi persoalan tersebut, maka akar penyebab yang terdapat di lingkungan sekitar peserta didik itu harus di atasi. Pemerintah dan masyarakat haruslah punya komitmen bersama dan kuat untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa dan negara kita. Pemertintah harus punya keberanian, ketegasan dan konsekwen dalam penegakan hukum, pemberatasan korupsi dan ketidakjujuran. Pemerintah pun harus bias memberikan jaminan terlaksananya keadilan dan kemakmuran bagi rakyat, serta dapat memberikan citra positif bagi masyarakat (dalam arti bukan pencitraan diri untuk tujuan politik). Apabila hal ini tidak bisa terlaksana dengan baik dan maksimal, maka program pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa hanyalah berhenti sampai di tingkatan wacana dan teori semata. Akibatnya fungsi dan tujuan yang diamanatkan dalm Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) tidak sepenuhnya dapat tercapai. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Satuan pendidikan, dalam rangka membantu pemerintah untuk menyukseskan program pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa, dapat mengemasnya dalam bentuk program pembelajaran yang mengakomudasi peningkatan IQ, pengendalian emosi dan peningkatan sepiritualitas peserta didik. Ketiga aspek ini harus berimbang dan dikembangkan bersama, tidak bisa hanya aspek saja. Sehingga mereka memiliki pengetahuan dan pengalaman yang utuh dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pelaksanaannya memang berat, mengingat persoalan-persoalan yang melilit bangsa dan negara Indonesia dewasa ini. Tetapi seberat apapun harus dicoba. Melaksanakan lebih baik dari pada tidak. Hal ini mengingat karakter merupakan perpaduan antara moral, etika dan akhlak. Moral lebih menitik beratkan pada kualitas perbuatan, tindakan atau tingkah laku manusia atau apakah perbuatan itu bisa dikatakan baik atau buruk, benar atau salah. Sedangkan etika memberikan penilaian tentang baik dan buruk, berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tertentu. Sedangkan akhlak tatanannya lebih menekankan bahwa pada hakikatnya dalam diri manusia itu telah tertanam suatu keyakinan di mana keduanya (baik dan buruk) itu ada. Karenanya, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Jerowaru Lombok Timur, 4 Desember 2011.
Persoalan yang dihadapi bangsa dan negara kita semakin berkembang dan kompleks. Hal ini tercermin dari kesenjangan sosial-ekonomi-politik yang masih besar, kerusakan lingkungan yang terjadi di seluruh pelosok negeri, masih terjadinya ketidakadilan hukum, pergaulan bebas dan pornografi yang terjadi di kalangan remaja, pemerkosaan di tempat umum atau sarana publik, kekerasan dan kerusuhan, korupsi yang dan merambah pada semua sektor kehidupan masyarakat. Saat ini banyak dijumpai tindakan anarkis, konflik sosial, kekerasan atas nama agama, penuturan bahasa yang buruk dan tidak santun, dan ketidaktaataan berlalu lintas. Persoalan-persoalan tersebut setiap hari menjadi topik berita baik di media cetak maupun elektronik, yang dapat ditonton dan dibaca oleh semua kalangan, dari kalangan bawah sampai atas, dari kalangan anak-anak sampai orang dewasa. Sehingga masyarakat luas dapat menarik suatu kesimpulan atas apa yang mereka baca dan dengar. Setidak-tidaknya meraka menjadi paham bahwa masyarakat Indonesia yang terbiasa santun dalam berperilaku, melaksanakan musyawarah mufakat dalam menyelesaikan masalah, mempunyai kearifan lokal yang kaya dengan pluralitas, serta bersikap toleran dan gotong royong mulai cenderung berubah menjadi hegemoni kelompok-kelompok yang saling mengalahkan dan berperilaku tidak jujur. Apabila itu ditarik keranah pendidikan, maka akan menjadi persoalan dalam menyiapkan peserta didik (generasi muda) yang memiliki akhlak mulia dan kepribadian yang mantap atau dapat menghambat pelaksanaan program pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa. Pendidikan dan pembelajaran di sekolah sangat ditentukan oleh faktor intern dan ekstren. Di antara faktor ekstren itu adalah masyarakat dan pemerintah. Faktor ini akan sangat memberikan pengaruh yang besar dalam rangka ke arah itu. Di mana proses pendidikan peserta didik di sekolah dipengaruhi oleh lingkungannya. Mereka di sekolah dibimbing dan diajarkan untuk menjadi manusia yang berbudaya dan pribadi yang berkarakter. Namun di lingkungannya, mereka mendengar dan melihat kenyataan yang berbeda dengan apa yang diprolehnya di sekolah. Pengalaman yang diperoleh dari lingkungannya itu merupakan aspek yang berat untuk dapat diluruskan dan di arahkan ke pengembangan pendidikan budaya dan karakter peserta didik di sekolah. Kejadian-kejadian negatif yang mereka lihat terjadi di masyarakat, dan apa yang dicontohkan oleh para politisi, seperti korupsi atau ketidakjujuran, merupakan pembelajaran yang tidak baik bagi mereka dan mudah terserap dalam memori otak mereka. Hal ini akan mendorong mereka untuk menjadi pelaku-pelaku baru dalam perbutan negatif tersebut. Oleh karena itu persoalan yang dihadapi bangsa ini akan semakin berkembang dan kompleks. Pengalaman yang tidak baik itu akan menyebabkan peserta didik menjadi generasi muda yang tidak berbudaya dan berkarakter, tidak mandiri dan berdaya saing. Untuk mengantisipasi dan mengatasi persoalan tersebut, maka akar penyebab yang terdapat di lingkungan sekitar peserta didik itu harus di atasi. Pemerintah dan masyarakat haruslah punya komitmen bersama dan kuat untuk mengatasi persoalan-persoalan yang dihadapi bangsa dan negara kita. Pemertintah harus punya keberanian, ketegasan dan konsekwen dalam penegakan hukum, pemberatasan korupsi dan ketidakjujuran. Pemerintah pun harus bias memberikan jaminan terlaksananya keadilan dan kemakmuran bagi rakyat, serta dapat memberikan citra positif bagi masyarakat (dalam arti bukan pencitraan diri untuk tujuan politik). Apabila hal ini tidak bisa terlaksana dengan baik dan maksimal, maka program pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa hanyalah berhenti sampai di tingkatan wacana dan teori semata. Akibatnya fungsi dan tujuan yang diamanatkan dalm Undang-Undang Republik Indonesia nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) tidak sepenuhnya dapat tercapai. Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab”. Tujuan pendidikan nasional itu merupakan rumusan mengenai kualitas manusia Indonesia yang harus dikembangkan oleh setiap satuan pendidikan. Satuan pendidikan, dalam rangka membantu pemerintah untuk menyukseskan program pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa, dapat mengemasnya dalam bentuk program pembelajaran yang mengakomudasi peningkatan IQ, pengendalian emosi dan peningkatan sepiritualitas peserta didik. Ketiga aspek ini harus berimbang dan dikembangkan bersama, tidak bisa hanya aspek saja. Sehingga mereka memiliki pengetahuan dan pengalaman yang utuh dalam hidup bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Pelaksanaannya memang berat, mengingat persoalan-persoalan yang melilit bangsa dan negara Indonesia dewasa ini. Tetapi seberat apapun harus dicoba. Melaksanakan lebih baik dari pada tidak. Hal ini mengingat karakter merupakan perpaduan antara moral, etika dan akhlak. Moral lebih menitik beratkan pada kualitas perbuatan, tindakan atau tingkah laku manusia atau apakah perbuatan itu bisa dikatakan baik atau buruk, benar atau salah. Sedangkan etika memberikan penilaian tentang baik dan buruk, berdasarkan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat tertentu. Sedangkan akhlak tatanannya lebih menekankan bahwa pada hakikatnya dalam diri manusia itu telah tertanam suatu keyakinan di mana keduanya (baik dan buruk) itu ada. Karenanya, pendidikan karakter dimaknai sebagai pendidikan nilai, pendidikan budi pekerti, pendidikan moral, pendidikan watak, yang tujuannya mengembangkan kemampuan peserta didik untuk memberikan keputusan baik-buruk, memelihara apa yang baik itu, dan mewujudkan kebaikan itu dalam kehidupan sehari-hari dengan sepenuh hati. Jerowaru Lombok Timur, 4 Desember 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan masukan komentar Anda, tapi pergunakan bahasa yang sopan dan jangan tinggalkan spam.