Kamis, 24 Januari 2013

Pembaharuan Pembelajaran IPS dalam Rangka Mendukung Pembangunan Nasional dan Peningkatan Wawasan Internasional

Globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), serta pembangunan di berbagai bidang/aspek kehidupan membawa perubahan dalam diri manusia, masyarakat dan lingkungan hidupnya. Serentak dengan pengaruh globalisasi, kemajuan iptek, dan laju pembangunan, terjadi pula dinamika masyarakat. Terjadi perubahan sikap terhadap nilai-nilai yang sudah ada. Sehingga terjadi pula pergeseran sistem nilai yang membawa perubahan dalam hubungan interaksi manusia dengan masyarakatnya. Dengan demikian, pengaruh globalisasi, iptek, dan pembangunan tidak saja akan melahirkan perubahan-perubahan yang menyangkut bidang material atau lahiriah, tetapi pada hakekatnya akan membawa juga perubahan-perubahan yang menyangkut bidang mental atau batin, yakni perubahan nilai-nilai hidup manusia. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dan membangun, tidak luput dari perubahan-perubahan tersebut. Bahkan masalah-masalah sosial yang timbul sebagai akibat dari semangkin luasnya pengaruh globalisasi, kemajuan iptek, dan meningkatnya pembagunan akan bertambah banyak. Untuk membendung pengaruh negatif tersebut, peranan lembaga pendidikan menjadi semakin penting. Lembaga pendidikan, sepeti dikemukakan oleh Sapriya (2009), dapat membawa pencerahan bagi masyarakat yang mengalami perubahan. Oleh karena itu lembaga pendidikan melalui mata pelajaran yang dibelajarkan pada peserta didik, harus dapat memberikan bekal tidak saja berupa pengetahuan, tetapi lebih dari itu juga yang menyangkut tentang nilai-nilai kemanusiaan (humanisme) sebagai bekal (modal) dalam menghadapi tantangan global, pengaruh negatif dari kemajuan iptek dan pembangunan. Pada konteks ini, pembelajaran IPS di sekolah memiliki tempat yang strategis dan penting. Hal ini mengingat, sebagaimana termuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi, bahwa melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Lebih lanjut, dengan merujuk pada Permendiknas tersebut, mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya 2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan 4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Untuk mencapai maksud dan tujuan pembelajaran IPS itu, bertolak dari pendapat yang dikemukakan oleh Sapriya (2009), maka peserta didik perlu dibekali dengan empat diminsi program pendidikan IPS yang komprehensif, meliputi : 1. Dimensi pengetahuan (Knowledge), 2. Dimensi keterampilan (Skills), 3. Diminsi nilai dan sikap (Values and Attitudes), 4. Dimensi tindakan (Action). Melalui pembekalan peserta didik dengan empat diminsi pembelajaran IPS itu, maka diharapkan mereka dapat hidup di masyarakat dengan baik, dan dapat memecahkan masalah-masalah pribadi maupun masalah-masalah sosial. Untuk bisa mencapai kearah itu, maka dalam pengembangan pembelajaran IPS di sekolah, seperti dikemukakan oleh Sapriya (2009), harus didasarkan pada landasan pendidikan IPS (PIPS), yang meliputi : landasan filosofis, ideologis, sosiologis, antropologis, kemanusiaan, politis, psikologis, dan religius. Dalam rangka pengembangan pembelajaran IPS atau memahami masalah pendidikan IPS dengan berpedoman pada landasan-landasan itu, maka seperti dikemukakan oleh Sapriya (2009), seseorang hendaknya memiliki pemahaman yang baik tentang disiplin ilmu-ilmu sosial yang meliputi struktur, ide fundamental, pertanyaan pokok (mode of inquiry), metode yang digunakan dan konsep-konsep setiap disiplin ilmu, disamping pemahamannya tentang prinsip-prinsip kependidikan dan psikologis serta permasalahan sosial. Dengan kata lain, setiap orang, terutama guru IPS, dengan merujuk pada pendapat yang dikemukakan oleh I Nengah Bawa Atmadja (1992), dituntut tidak saja perlu menguasai keterampilan atau kiat untuk mendidik dan mengajar, tetapi juga memiliki wawasan vertikal – wawasan yang mendalam dan reflektif tentang bidang studi yang diajarkannya, dan wawasan horizontal – wawasan yang melebar yakni ramah terhadap konsep-konsep, proposisi-proposisi, dan teori-teori ilmu sosial ataupun ilmu-ilmu budaya, bahkan juga ekologi. Tuntutan ini menjadi sangat logis mengingat masih ditemukakannya kenyataan di lapangan (sekolah), seperti dikatakan oleh M. Ismail, dkk (2009), bahwa fakta semakin kuatnya gejala erosi sikap dan perilaku berdemokrasi di kalangan masyarakat (siswa), seperti sikap yang mau menang sendiri, suka memaksakan kehendak, kurang mengakui pihak lain, sikap toleran yang semakin melemah, kurangnya empati dan lain-lainya. Sementara itu, pembelajaran demokrasi melalui Pendidikan IPS kurang memberikan kontribusi terhadap pengembangan sikap dan perilaku demokratis, yang ditandai penyebabnya oleh dua hal, yaitu sisi substantif yang melupakan unsur lokal dan sisi pembelajaran yang monolitik dan undemokratis. Berdasarkan fakta yang terungkap di atas, maka sesunggunya yang perlu mendapat perhatian dalam pembelajaran IPS adalah menyangkut pembaharuan pembelajarannya di sekolah yang dilakukan oleh para guru. Sementara ini paraktik pembelajaran yang dilakukan oleh para guru IPS masih berkutat pada cara-cara (model) pembelajaran konvensional (tradisional), yang kurang mendukung bagi perkembangan semua potensi yang dimiliki peserta didik. Pola lama ini harus diganti dengan pola baru, apabila kita mengharapkan pembelajaran IPS memiliki fungsi dalam pembagunan nasional dewasa ini atau di masa datang. Untuk menuju kearah pembeharuan sistem pembelajaran IPS di sekolah, maka langkah pertama yang harus ditempuh adalah perbaikan kualitas (mutu) tenaga pendidiknya. Peningkatan kualitas tenaga pendidik IPS untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bagi peserta didik di sekolah, merupakan prioritas yang harus diperhatikan secara serius. Sehingga pembelajaran IPS dengan menggunakan cara konvensional atau tradisional dapat ditinggalkan oleh para guru. Mereka perlu dibekali tentang pola pembelajaran IPS terpadu dengan mantap, dan dilatih tentang model-model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Dengan demikian pembelajaran IPS yang diterima oleh peserta didik menjadi bermakna, baik untuk kehidupan pribadinya maupun untuk kehidupannya dalam lingkungan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Harus disadari secara mendalam oleh guru-guru IPS bahwa penerapan terpadu dalam pembelajaran IPS mengandung arti yang strategis untuk kepentingan peserta didik maupun untuk pembangunan nasional atau kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam buku Depdiknas (2006), diungkapkan bahwa model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik. Melalui pembelajaran terpadu peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara holistik, bermakna, otentik, dan aktif. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para peserta didik. Pengalaman belajar lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang kajian yang relevan akan membentuk skema (konsep), sehingga peserta didik akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan dan dunia nyata hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu. Dalam pembelajaran IPS dengan pola terpadu, penting untuk dikembangkan di dalamnya tentang nilai-nilai atau unsur-unsur lokal yang terdapat wilayah Indonesia. Masing-masing daerah memiliki kearifan lokal, yang akan sangat berguna dalam pembelajaran IPS. Oleh karena itu, nilai-nilai kearifan lokal tidak diabaikan dalam pembelajaran IPS, dan dijadikan sebagai pendukung materi pembelajaran yang menjadi tuntutan kurikulum. Dengan kata lain, dalam pembelajaran guru-guru IPS tidak semata-mata terpaku pada tuntutan kurikuler, tetapi juga memberi ruang masuknya unsur-unsur kelokalan dalam materi-materi yang dituntut oleh kurikulum tersebut. Dengan adanya nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran, akan memudahkan peserta didik untuk memehami materi yang menjadi tuntutan kurikulum. Artinya materi-materi pembelajaran yang digariskan oleh kurikulum lebih mudah dimengerti apabila dikaitkan dengan kehidupan masyarakat setempat (lokal) dimana peserta didik itu berada. Begitu pula peserta didik akan lebih memahami dan mengerti tentang materi-materi pembelajaran IPS yang bersangkut paut dengan dunia internasional, apabila substansinya dibelajarkan dengan memperhatikan atau memasukan unsur-unsur keindonesiaan yang telah dikenal oleh peserta didik. Untuk bisa mencapai kearah itu, maka perlu dikembangkan model-model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, bukan lagi cara-cara konvensional. Selama ini, seperti yang dikemukakan oleh A. Sanusi (1998), pembelajaran IPS di sekolah melahirkan output instrumental yang tidak kuat (not powerfully instrumental out-put). Atau pembelajaran IPS, dengan merujuk dari pendapat Sukardi (2004), tidak mampu memberikan peluang kepada siswa untuk memberdayakan dirinya. Hal ini disebabkan karena pembelajaran IPS lebih banyak didasarkan atas kebutuhan formal daripada kebutuhan real siswa. Sehingga mata pelajaran IPS sangat menjemukan dan menbosankan dalam pembelajarannya. Sesungguhnya ada banyak pendekatan pembelajaran IPS yang berpusat pada peserta didik, dapat dikembangkan oleh para guru. Merujuk pada pendapat Sapriya (2009), pendekatan-pendekatan pembelajaran IPS itu meliputi : a) pendekatan inkuiri (inquiry approach) atau model inkuiri sosial; b) keterampilan berpikir (thinking skills) : kecakapan berpikir kreatif (creative thinking) atau keterampilan berpikir kreatif (creative thinking skill), dan keterampilan berpikir kritis (critikal thinking) atau keterampilan berpikir kritis (critical thinking skill); c) keterampilan memecahkan masalah (problem solving); dan d) proses pengambilan keputusan (decision making process). Model-model pembelajaran tesebut sangat cocok dikembangkan dalam pembelajaran IPS dewasa ini. Untuk kebermaknaan bagi peserta didik, model-model pembelajaran itu dikembangkan dengan memperhatikan substansi kearifan lokal setempat atau unsur-unsur keindonesiaan. Sedangkan dalam konteks pembelajaran materi IPS yang ruang lingkup bahasannya sangat luas dan meliputi dunia internasional (global), model-model pembelajaran tersebut bisa dikembangkan atau dikemas dalam bentuk (kerangka) pendidikan global. Menurut Sapriya (2009), pendidikan global merupakan upaya untuk menanamkan suatu pandangan (perspective) tentang dunia pada siswa dengan memfokuskan bahwa terdapat saling keterkaitan antar budaya, umat manusia dan kondisi planet bumi. Tujuan pendidikan global adalah untuk mengembangkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) yang diperlukan untuk hidup secara efektif dalam dunia yang sumber daya alamnya semakin menipis dan ditandai oleh keragaman etnis, pluralisme budaya dan semakin saling ketergantungan. Dengan demikian pada hakekatnya pendidikan global mengharapkan terjadinya peningkatan wawasan internasional pada diri peserta didik dalam rangka pemberdayaan sumber daya alam yang efektif, dan bisa menghargai (menghormati) perbedaan yang ada di dunia, serta memiliki pandangan positif terhadap kebutuhan masyarakat dunia yang saling tergantung antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. Oleh karena itu, dengan merujuk pada pendapat Sapriya (2009), era globalisasi mengharuskan adanya perubahan dalam strategi dan metode mengajar, antara lain dengan lebih memperhatikan keragaman dan nilai-nilai manusia universal, sistem dan isu-isu global serta keterkaitan dengan masyarakat dunia dan sejarah global. Peningkatan wawasan internasional peserta didik, harus diimbangi juga dengan peningkatan wawasan tentang keindonesiaannya sebagai dasar berpikir mereka tentang wawasan internasional itu. Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman etnis, dan pluralisme budaya yang unik di dunia, serta memiliki tingkat kerusakan sumber daya alam yang besar di antara negara-negara lainnya. Oleh karena itu, dalam kerangka pendidikan global, penanaman pemahaman tentang keindonesiaan dengan memasukan kearifan atau unsur kelokalan dalam pembelajaran IPS akan membantu peserta didik dalam meningkatkan dan mengembangkan wawasan internasionalnya. Dengan tertanamnya rasa cinta tanah air, rasa saling menghormati (menghargai) antar sesama, rasa bertanggung jawab, dan rasa saling membutuhkan antar daerah yang satu dengan daerah yang lainnya di Indonesia, menjadi modal bagi peserta didik untuk dapat mengembangkan rasa cinta damai, saling menghargai, rasa bertanggung jawab, dan rasa saling ketergantungan dalam kehidupan internasional (dunia). Berangkat dari kerangka berpikir itulah, maka model-model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menjadi sangat penting untuk diterapkan, karena peserta didik tidak semata-mata dicekoki dengan pengetahuan (knowledge), tetapi juga dibekali dengan keterampilan (skills), nilai dan sikap (values and attitudes), dan cara melakukan tindakan (action). Aspek-aspek pembelajaran inilah yang dibutuhkan oleh peserta didik dalam rangka mereka mampu menjadi warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Dengan kata lain, melalui pola pembelajaran IPS terpadu yang dilaksnakan dengan menggunakan model-model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, akan mampu mengembangkan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan diri peserta didik itu sendiri, dan untuk kepentingan masyarakatnya, baik dalam hubungannya dengan pembangunan nasional, kehidupan bermasyarakat di negaranya maupun yang bertalian dengan pergaulan hidup dengan masyarakat dunia. BAHAN BACAAN : A. Sanusi, 1998. Pendidikan Alternatif. Bandung: Grafindo Media Pratama. Depdiknas RI, 2006. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPS Terpadu, Jakarta : Depdiknas. M. Ismail, Sukardi, dan Su’ud Surachman, 2009, Pengembangan Model Pembelajaran IPS Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Sasak : Kearah Sikap dan Berprilaku Berdemokrasi Siswa SMP/MTs, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Jilid 42, Nomor 2, Juli 2009, halaman 136 – 144, Singaraja : Undiksha. Negah Bawa Atmadja, 1992. “Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial Implikasinya dalam Pendidikan Sejarah”, Artikel dalam Aneka Widya, Singaraja : FKIP Unud. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. Sapriya, 2009 Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran, Bandung : PT Rosdakarya. Sukardi, 2004. Kajian Kearifan Lokal Sasak Dalam Perspektif Kajian Pendidikan IPS. Mataram: FKIP Unram. Jerowaru Lombok Timur, 6 Nopember 2011
Globalisasi, perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi (iptek), serta pembangunan di berbagai bidang/aspek kehidupan membawa perubahan dalam diri manusia, masyarakat dan lingkungan hidupnya. Serentak dengan pengaruh globalisasi, kemajuan iptek, dan laju pembangunan, terjadi pula dinamika masyarakat. Terjadi perubahan sikap terhadap nilai-nilai yang sudah ada. Sehingga terjadi pula pergeseran sistem nilai yang membawa perubahan dalam hubungan interaksi manusia dengan masyarakatnya. Dengan demikian, pengaruh globalisasi, iptek, dan pembangunan tidak saja akan melahirkan perubahan-perubahan yang menyangkut bidang material atau lahiriah, tetapi pada hakekatnya akan membawa juga perubahan-perubahan yang menyangkut bidang mental atau batin, yakni perubahan nilai-nilai hidup manusia. Indonesia sebagai negara yang sedang berkembang dan membangun, tidak luput dari perubahan-perubahan tersebut. Bahkan masalah-masalah sosial yang timbul sebagai akibat dari semangkin luasnya pengaruh globalisasi, kemajuan iptek, dan meningkatnya pembagunan akan bertambah banyak. Untuk membendung pengaruh negatif tersebut, peranan lembaga pendidikan menjadi semakin penting. Lembaga pendidikan, sepeti dikemukakan oleh Sapriya (2009), dapat membawa pencerahan bagi masyarakat yang mengalami perubahan. Oleh karena itu lembaga pendidikan melalui mata pelajaran yang dibelajarkan pada peserta didik, harus dapat memberikan bekal tidak saja berupa pengetahuan, tetapi lebih dari itu juga yang menyangkut tentang nilai-nilai kemanusiaan (humanisme) sebagai bekal (modal) dalam menghadapi tantangan global, pengaruh negatif dari kemajuan iptek dan pembangunan. Pada konteks ini, pembelajaran IPS di sekolah memiliki tempat yang strategis dan penting. Hal ini mengingat, sebagaimana termuat dalam Peraturan Menteri Pendidikan Nasional (Permendiknas) Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi, bahwa melalui mata pelajaran IPS, peserta didik diarahkan untuk dapat menjadi warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Lebih lanjut, dengan merujuk pada Permendiknas tersebut, mata pelajaran IPS bertujuan agar peserta didik memiliki kemampuan sebagai berikut. 1. Mengenal konsep-konsep yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat dan lingkungannya 2. Memiliki kemampuan dasar untuk berpikir logis dan kritis, rasa ingin tahu, inkuiri, memecahkan masalah, dan keterampilan dalam kehidupan sosial 3. Memiliki komitmen dan kesadaran terhadap nilai-nilai sosial dan kemanusiaan 4. Memiliki kemampuan berkomunikasi, bekerjasama dan berkompetisi dalam masyarakat yang majemuk, di tingkat lokal, nasional, dan global. Untuk mencapai maksud dan tujuan pembelajaran IPS itu, bertolak dari pendapat yang dikemukakan oleh Sapriya (2009), maka peserta didik perlu dibekali dengan empat diminsi program pendidikan IPS yang komprehensif, meliputi : 1. Dimensi pengetahuan (Knowledge), 2. Dimensi keterampilan (Skills), 3. Diminsi nilai dan sikap (Values and Attitudes), 4. Dimensi tindakan (Action). Melalui pembekalan peserta didik dengan empat diminsi pembelajaran IPS itu, maka diharapkan mereka dapat hidup di masyarakat dengan baik, dan dapat memecahkan masalah-masalah pribadi maupun masalah-masalah sosial. Untuk bisa mencapai kearah itu, maka dalam pengembangan pembelajaran IPS di sekolah, seperti dikemukakan oleh Sapriya (2009), harus didasarkan pada landasan pendidikan IPS (PIPS), yang meliputi : landasan filosofis, ideologis, sosiologis, antropologis, kemanusiaan, politis, psikologis, dan religius. Dalam rangka pengembangan pembelajaran IPS atau memahami masalah pendidikan IPS dengan berpedoman pada landasan-landasan itu, maka seperti dikemukakan oleh Sapriya (2009), seseorang hendaknya memiliki pemahaman yang baik tentang disiplin ilmu-ilmu sosial yang meliputi struktur, ide fundamental, pertanyaan pokok (mode of inquiry), metode yang digunakan dan konsep-konsep setiap disiplin ilmu, disamping pemahamannya tentang prinsip-prinsip kependidikan dan psikologis serta permasalahan sosial. Dengan kata lain, setiap orang, terutama guru IPS, dengan merujuk pada pendapat yang dikemukakan oleh I Nengah Bawa Atmadja (1992), dituntut tidak saja perlu menguasai keterampilan atau kiat untuk mendidik dan mengajar, tetapi juga memiliki wawasan vertikal – wawasan yang mendalam dan reflektif tentang bidang studi yang diajarkannya, dan wawasan horizontal – wawasan yang melebar yakni ramah terhadap konsep-konsep, proposisi-proposisi, dan teori-teori ilmu sosial ataupun ilmu-ilmu budaya, bahkan juga ekologi. Tuntutan ini menjadi sangat logis mengingat masih ditemukakannya kenyataan di lapangan (sekolah), seperti dikatakan oleh M. Ismail, dkk (2009), bahwa fakta semakin kuatnya gejala erosi sikap dan perilaku berdemokrasi di kalangan masyarakat (siswa), seperti sikap yang mau menang sendiri, suka memaksakan kehendak, kurang mengakui pihak lain, sikap toleran yang semakin melemah, kurangnya empati dan lain-lainya. Sementara itu, pembelajaran demokrasi melalui Pendidikan IPS kurang memberikan kontribusi terhadap pengembangan sikap dan perilaku demokratis, yang ditandai penyebabnya oleh dua hal, yaitu sisi substantif yang melupakan unsur lokal dan sisi pembelajaran yang monolitik dan undemokratis. Berdasarkan fakta yang terungkap di atas, maka sesunggunya yang perlu mendapat perhatian dalam pembelajaran IPS adalah menyangkut pembaharuan pembelajarannya di sekolah yang dilakukan oleh para guru. Sementara ini paraktik pembelajaran yang dilakukan oleh para guru IPS masih berkutat pada cara-cara (model) pembelajaran konvensional (tradisional), yang kurang mendukung bagi perkembangan semua potensi yang dimiliki peserta didik. Pola lama ini harus diganti dengan pola baru, apabila kita mengharapkan pembelajaran IPS memiliki fungsi dalam pembagunan nasional dewasa ini atau di masa datang. Untuk menuju kearah pembeharuan sistem pembelajaran IPS di sekolah, maka langkah pertama yang harus ditempuh adalah perbaikan kualitas (mutu) tenaga pendidiknya. Peningkatan kualitas tenaga pendidik IPS untuk meningkatkan kualitas pembelajaran bagi peserta didik di sekolah, merupakan prioritas yang harus diperhatikan secara serius. Sehingga pembelajaran IPS dengan menggunakan cara konvensional atau tradisional dapat ditinggalkan oleh para guru. Mereka perlu dibekali tentang pola pembelajaran IPS terpadu dengan mantap, dan dilatih tentang model-model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik. Dengan demikian pembelajaran IPS yang diterima oleh peserta didik menjadi bermakna, baik untuk kehidupan pribadinya maupun untuk kehidupannya dalam lingkungan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Harus disadari secara mendalam oleh guru-guru IPS bahwa penerapan terpadu dalam pembelajaran IPS mengandung arti yang strategis untuk kepentingan peserta didik maupun untuk pembangunan nasional atau kehidupan berbangsa dan bernegara. Dalam buku Depdiknas (2006), diungkapkan bahwa model pembelajaran terpadu pada hakikatnya merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang memungkinkan peserta didik baik secara individual maupun kelompok aktif mencari, menggali, dan menemukan konsep serta prinsip secara holistik dan otentik. Melalui pembelajaran terpadu peserta didik dapat memperoleh pengalaman langsung, sehingga dapat menambah kekuatan untuk menerima, menyimpan, dan memproduksi kesan-kesan tentang hal-hal yang dipelajarinya. Dengan demikian, peserta didik terlatih untuk dapat menemukan sendiri berbagai konsep yang dipelajari secara holistik, bermakna, otentik, dan aktif. Cara pengemasan pengalaman belajar yang dirancang guru sangat berpengaruh terhadap kebermaknaan pengalaman bagi para peserta didik. Pengalaman belajar lebih menunjukkan kaitan unsur-unsur konseptual menjadikan proses pembelajaran lebih efektif. Kaitan konseptual yang dipelajari dengan sisi bidang kajian yang relevan akan membentuk skema (konsep), sehingga peserta didik akan memperoleh keutuhan dan kebulatan pengetahuan. Perolehan keutuhan belajar, pengetahuan, serta kebulatan pandangan tentang kehidupan dan dunia nyata hanya dapat direfleksikan melalui pembelajaran terpadu. Dalam pembelajaran IPS dengan pola terpadu, penting untuk dikembangkan di dalamnya tentang nilai-nilai atau unsur-unsur lokal yang terdapat wilayah Indonesia. Masing-masing daerah memiliki kearifan lokal, yang akan sangat berguna dalam pembelajaran IPS. Oleh karena itu, nilai-nilai kearifan lokal tidak diabaikan dalam pembelajaran IPS, dan dijadikan sebagai pendukung materi pembelajaran yang menjadi tuntutan kurikulum. Dengan kata lain, dalam pembelajaran guru-guru IPS tidak semata-mata terpaku pada tuntutan kurikuler, tetapi juga memberi ruang masuknya unsur-unsur kelokalan dalam materi-materi yang dituntut oleh kurikulum tersebut. Dengan adanya nilai-nilai kearifan lokal dalam pembelajaran, akan memudahkan peserta didik untuk memehami materi yang menjadi tuntutan kurikulum. Artinya materi-materi pembelajaran yang digariskan oleh kurikulum lebih mudah dimengerti apabila dikaitkan dengan kehidupan masyarakat setempat (lokal) dimana peserta didik itu berada. Begitu pula peserta didik akan lebih memahami dan mengerti tentang materi-materi pembelajaran IPS yang bersangkut paut dengan dunia internasional, apabila substansinya dibelajarkan dengan memperhatikan atau memasukan unsur-unsur keindonesiaan yang telah dikenal oleh peserta didik. Untuk bisa mencapai kearah itu, maka perlu dikembangkan model-model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, bukan lagi cara-cara konvensional. Selama ini, seperti yang dikemukakan oleh A. Sanusi (1998), pembelajaran IPS di sekolah melahirkan output instrumental yang tidak kuat (not powerfully instrumental out-put). Atau pembelajaran IPS, dengan merujuk dari pendapat Sukardi (2004), tidak mampu memberikan peluang kepada siswa untuk memberdayakan dirinya. Hal ini disebabkan karena pembelajaran IPS lebih banyak didasarkan atas kebutuhan formal daripada kebutuhan real siswa. Sehingga mata pelajaran IPS sangat menjemukan dan menbosankan dalam pembelajarannya. Sesungguhnya ada banyak pendekatan pembelajaran IPS yang berpusat pada peserta didik, dapat dikembangkan oleh para guru. Merujuk pada pendapat Sapriya (2009), pendekatan-pendekatan pembelajaran IPS itu meliputi : a) pendekatan inkuiri (inquiry approach) atau model inkuiri sosial; b) keterampilan berpikir (thinking skills) : kecakapan berpikir kreatif (creative thinking) atau keterampilan berpikir kreatif (creative thinking skill), dan keterampilan berpikir kritis (critikal thinking) atau keterampilan berpikir kritis (critical thinking skill); c) keterampilan memecahkan masalah (problem solving); dan d) proses pengambilan keputusan (decision making process). Model-model pembelajaran tesebut sangat cocok dikembangkan dalam pembelajaran IPS dewasa ini. Untuk kebermaknaan bagi peserta didik, model-model pembelajaran itu dikembangkan dengan memperhatikan substansi kearifan lokal setempat atau unsur-unsur keindonesiaan. Sedangkan dalam konteks pembelajaran materi IPS yang ruang lingkup bahasannya sangat luas dan meliputi dunia internasional (global), model-model pembelajaran tersebut bisa dikembangkan atau dikemas dalam bentuk (kerangka) pendidikan global. Menurut Sapriya (2009), pendidikan global merupakan upaya untuk menanamkan suatu pandangan (perspective) tentang dunia pada siswa dengan memfokuskan bahwa terdapat saling keterkaitan antar budaya, umat manusia dan kondisi planet bumi. Tujuan pendidikan global adalah untuk mengembangkan pengetahuan (knowledge), keterampilan (skills), dan sikap (attitudes) yang diperlukan untuk hidup secara efektif dalam dunia yang sumber daya alamnya semakin menipis dan ditandai oleh keragaman etnis, pluralisme budaya dan semakin saling ketergantungan. Dengan demikian pada hakekatnya pendidikan global mengharapkan terjadinya peningkatan wawasan internasional pada diri peserta didik dalam rangka pemberdayaan sumber daya alam yang efektif, dan bisa menghargai (menghormati) perbedaan yang ada di dunia, serta memiliki pandangan positif terhadap kebutuhan masyarakat dunia yang saling tergantung antara negara yang satu dengan negara yang lainnya. Oleh karena itu, dengan merujuk pada pendapat Sapriya (2009), era globalisasi mengharuskan adanya perubahan dalam strategi dan metode mengajar, antara lain dengan lebih memperhatikan keragaman dan nilai-nilai manusia universal, sistem dan isu-isu global serta keterkaitan dengan masyarakat dunia dan sejarah global. Peningkatan wawasan internasional peserta didik, harus diimbangi juga dengan peningkatan wawasan tentang keindonesiaannya sebagai dasar berpikir mereka tentang wawasan internasional itu. Indonesia merupakan negara yang memiliki keragaman etnis, dan pluralisme budaya yang unik di dunia, serta memiliki tingkat kerusakan sumber daya alam yang besar di antara negara-negara lainnya. Oleh karena itu, dalam kerangka pendidikan global, penanaman pemahaman tentang keindonesiaan dengan memasukan kearifan atau unsur kelokalan dalam pembelajaran IPS akan membantu peserta didik dalam meningkatkan dan mengembangkan wawasan internasionalnya. Dengan tertanamnya rasa cinta tanah air, rasa saling menghormati (menghargai) antar sesama, rasa bertanggung jawab, dan rasa saling membutuhkan antar daerah yang satu dengan daerah yang lainnya di Indonesia, menjadi modal bagi peserta didik untuk dapat mengembangkan rasa cinta damai, saling menghargai, rasa bertanggung jawab, dan rasa saling ketergantungan dalam kehidupan internasional (dunia). Berangkat dari kerangka berpikir itulah, maka model-model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik menjadi sangat penting untuk diterapkan, karena peserta didik tidak semata-mata dicekoki dengan pengetahuan (knowledge), tetapi juga dibekali dengan keterampilan (skills), nilai dan sikap (values and attitudes), dan cara melakukan tindakan (action). Aspek-aspek pembelajaran inilah yang dibutuhkan oleh peserta didik dalam rangka mereka mampu menjadi warga negara Indonesia yang demokratis dan bertanggung jawab, serta warga dunia yang cinta damai. Dengan kata lain, melalui pola pembelajaran IPS terpadu yang dilaksnakan dengan menggunakan model-model pembelajaran yang berpusat pada peserta didik, akan mampu mengembangkan pengetahuan yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan diri peserta didik itu sendiri, dan untuk kepentingan masyarakatnya, baik dalam hubungannya dengan pembangunan nasional, kehidupan bermasyarakat di negaranya maupun yang bertalian dengan pergaulan hidup dengan masyarakat dunia. BAHAN BACAAN : A. Sanusi, 1998. Pendidikan Alternatif. Bandung: Grafindo Media Pratama. Depdiknas RI, 2006. Panduan Pengembangan Pembelajaran IPS Terpadu, Jakarta : Depdiknas. M. Ismail, Sukardi, dan Su’ud Surachman, 2009, Pengembangan Model Pembelajaran IPS Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat Sasak : Kearah Sikap dan Berprilaku Berdemokrasi Siswa SMP/MTs, Jurnal Pendidikan dan Pengajaran Jilid 42, Nomor 2, Juli 2009, halaman 136 – 144, Singaraja : Undiksha. Negah Bawa Atmadja, 1992. “Sejarah dan Ilmu-ilmu Sosial Implikasinya dalam Pendidikan Sejarah”, Artikel dalam Aneka Widya, Singaraja : FKIP Unud. Peraturan Menteri Pendidikan Nasional Nomor 22 Tahun 2006 Tentang Standar Isi untuk Pendidikan Dasar dan Menengah. Sapriya, 2009 Pendidikan IPS Konsep dan Pembelajaran, Bandung : PT Rosdakarya. Sukardi, 2004. Kajian Kearifan Lokal Sasak Dalam Perspektif Kajian Pendidikan IPS. Mataram: FKIP Unram. Jerowaru Lombok Timur, 6 Nopember 2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Silahkan masukan komentar Anda, tapi pergunakan bahasa yang sopan dan jangan tinggalkan spam.